Beragam gawai lazim kini digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Rinold Aberson Perdede, Project Director at Bien Cuit, anak, terutama yang sedang tumbuh, pun bisa terimbas secara negatif.
“Meningkatnya kecenderungan penggunaan gawai di zaman now sudah memunculkan kerisauan tersendiri mengenai dampak negatif dari penggunaannya yang berlebihan. Apalagi besar pula potensi itu terjadi pada anak-anak,” kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Rabu (17/11/2021).
Menurut dia terdapat beberapa tips untuk meminimalisir potensi anak kecanduan gawai. Kesemuanya berisikan prinsip-prinsip umum mengenai interaksi sehat dengan perangkat digital.
- Tentukan waktu maksimal penggunaan gawai
Waktu interaksi anak dengan perangkat digital, termasuk aktivitas nonton TV, disebut bergantung dengan usianya. Berikut rekomendasi dari American Academy of Pediatrics:
- Lahir – 18 bulan: sama sekali jangan berhubungan dengan layar gawai, termasuk TV. Satu-satunya pengecualian yang disarankan adalah ketika sesi video call dengan kerabat dekat seperti kakek-nenek tercinta.
- 2 – 5 tahun: anak di rentang usia tersebut disarankan tidak menghabiskan lebih dari 1 jam dalam melototi layar gawai, termasuk smartphone, TV, tablet, dan komputer.
- Di atas 6 tahun: buat anak di atas umur tersebut, pengaturan waktu dalam berinteraksi dengan perangkat digital pun diperlukan. Para spesialis umumnya menyarankan maksimal 2 jam per hari. Gawai juga ditegaskan tak boleh merampas waktu anak dari jam tidur, aktivitas fisik, dan aktivitas lain yang diperlukan buat tumbuh-kembang anak.
- Jangan cuma melarang, berikan saran
Para orangtua disarankan agar tidak sekadar melarang anak-anak memakai gawai tanpa melakukan aktivitas lain dan memberikan pilihan lebih lanjut. Bergantung pada usia dan minat anak, akan lebih baik jika orangtua juga dapat memberikan saran aktivitas menarik lain yang dapat dilakukan bersama-sama seperti berolahraga, hiking, atau memancing.
- Beri contoh
Anak-anak pada dasarnya meniru orangtua. Sebelum melarang anak menggunakan gawai, ingat dulu seperti apa interaksi kita dengan gawai. Jika tak pernah bisa berjauhan dengan gawai, tentu sulit mencegah anak kecanduan hal serupa.
- Perhatikan konten
Sampai anak-anak berusia 9 tahun, akses mereka ke internet masih harus sepenuhnya dikendalikan orangtua. Akan lebih baik memprioritaskan program-program pendidikan dan situs yang bisa membantu pertumbuhan beragam skill anak. Terkait itu, tentu sebisa mungkin anak jangan dibiarkan begitu saja memakai gawai untuk mengakses konten, seperti game, bernuansa kekerasan.
- Tentukan lokasi/waktu bebas internet dan gawai
Ada baiknya orangtua juga membuat restriksi terkait penggunaan gawai. Semisal tak boleh dipakai di kamar yang merupakan tempat istirahat atau tak ada gawai di atas meja makan ketika santap bersama keluarga.
- Beri pendampingan
Gawai pada dasarnya punya banyak hal positif. Sebagai orangtua, salah satu peran yang dapat dilakukan adalah jangan bosan memberikan pendampingan mengenai dunia digital yang juga bisa menjadi tempat menggali ilmu. Secara bersamaan, bisa juga memberikan petuah bahwa penggunaan gawai yang berlebihan pun tidaklah baik.
- Bijak bermedsos
Anak-anak tidak disarankan memakai media sosial (medsos) atau jejaring sosial lain sampai usianya 12 tahun. Pada titik itu, peran orangtua pun sangat diperlukan dalam menanamkan prinsip-prinsip dalam berkomunikasi di internet.
- Bekali informasi mengenai risiko dan bahaya internet
Anak-anak juga perlu dibekali mengenai risiko dan bahaya yang mengancam di internet, apalagi saat nanti sudah tumbuh sehingga tak lagi membutuhkan pengawasan orangtua saat memakai gawai. Sebelum itu, orangtua disarankan mulai memberikan penjelasan mengenai cara mengatasi cyberbullying, bahayanya membuka akses ke informasi personal, konten-konten negatif, dan hal-hal yang diunduh.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0