Menghindari Ancaman Pembobolan Saldo Dompet Digital

Tuesday, 14 September 21 Venue

Uang elektronik perlahan telah menggeser posisi vital duit tunai dalam perdagangan dan kehidupan masyarakat. Hal itu dikatakan Khemal Andrias, CEO Next Generation Indonesia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Senin (13/9/2021).

“Perkembangan pesat e-commerce dan tingginya volume transaksi jual beli secara daring belakangan ini menjadikan layanan dompet digital kian ramai digunakan,” kata dia.

Tak hanya mudah digunakan, lanjut dia, insentif yang ditawarkan dari penggunaan layanan dompet (e-wallet) digital, seperti potongan harga hingga pengembalian uang (cashback), seringkali menggiurkan. Selain itu, pandemi Covid-19 yang membatasi transaksi fisik masyarakat juga turut mendorong digitalisasi. Akibatnya, penggunaan uang elektronik pun menjadi sering dilakukan.

“Maka tidak heran jika jumlah transaksi uang elektronik saat ini sudah hampir sama dengan lewat ATM,” ujar Khemal.

Di Indonesia, lanjut dia, uang elektronik bisa diterbitkan oleh bank dan nonbank. Untuk nonbank, beberapa contoh uang elektronik yang seringkali digunakan masyarakat adalah Gopay, OVO, dan Dompet Digital Indonesia (Dana).

Meskipun sudah banyak digunakan, sayangnya kata dia, jaminan keamanan saldo uang tersebut masih belum jelas. Belum ada aturan jelas mengenai siapa yang mengatur pengawasan saldo uang elektronik. “Ketiadaan jaminan perlindungan ini mengharuskan masyarakat untuk ekstra hati-hati dalam menjaga saldo uang elektronik mereka di dompet digital supaya tidak dimaling orang,” ujar dia.

BACA JUGA:   Empat Alasan Perlu Lakukan Social Media Detox

Menurut Khemal, untuk menghindari ancaman pembobolan saldo dompet digital, terdapat beberapa tips yang bisa dilakukan, di antaranya:

  • Buat Anggaran Dompet Digital

Hal pertama yang harus dilakukan agar saldo uang elektronik tak kebobolan adalah membuat anggaran dompet digital bulanan. Ini memiliki banyak manfaat. Pertama, bisa mengontrol dan membuat tidak kebablasan dalam menggunakan uang elektronik. Kedua, perencanaan anggaran dibuat untuk memastikan tak ada saldo mengendap di dompet digital yang rentan dicuri. Dalam membuat anggaran, harus mengidentifikasi dulu apa saja pengeluaran rutin yang dibayarkan lewat dompet digital. Pengeluaran itu misalnya, transportasi, konsumsi, dan pembayaran rutin seperti listrik, air, pulsa/internet.

  • Hanya Top Up Saat Perlu
BACA JUGA:   Cara Mengidentifikasi Cyberbullying

Meski idealnya memiliki budget, namun untuk mereka yang tak suka menyiapkan anggaran bulanan, dapat mengontrol pengeluaran lewat pengisian saldo secara minimal. Metode ini sangat disarankan untuk mengerem pengeluaran bagi mereka yang kerap merasa ‘gatal’ menghabiskan saldo di dompet digitalnya.

  • Catat Biaya Top Up

Dalam banyak kasus, pengguna kehilangan kontrol terhadap pengeluaran yang dibayar lewat dompet digital karena sering melakukan top up dengan nominal kecil yang kalau ditotal jumlahnya mengejutkan. Karena tarif pengisian terbilang murah yaitu di kisaran Rp 1.000 hingga Rp 2.500 per transaksi, pengguna kerap mengabaikan biaya administrasi.

  • Hindari Menggunakan Fasilitas Kredit

Berbagai penyedia jasa menawarkan jasa kredit atau cicilan berkala yang dikenal dengan paylater. Meski menggiurkan, namun fasilitas ini bisa jadi malah membuat buntung karena mendorong perilaku konsumtif.

  • Pastikan E-wallet Anda Terproteksi

Pembobolan saldo selalu menjadi bayang-bayang pengguna dompet digital. Saldo Anda bisa saja dikuras oleh peretas yang sayangnya hingga saat ini belum diregulasi pemerintah. Oleh karena itu, pengguna untuk senantiasa meningkatkan proteksi keamanan datanya. Pengguna harus berhati-hati dan tidak menggantungkan nasibnya kepada penyedia layanan.

BACA JUGA:   Waspada Modus Penipuan Berkedok Arisan Online

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).