Berbahasa di ruang digital jauh lebih santai jika dibandingkan berkomunikasi di dunia nyata. Tetapi, menurut Ryzki Hawadi, CEO Attention Indonesia, dimanapun komunikasi itu terjadi etika tidak boleh lepas karena itu yang menjadi tanda bahwa manusia adalah makhluk yang berbudaya.
“Interaksi dan komunikasi di ruang digital hendaknya memperhatikan penggunaan bahasa sesuai nilai dan moral yang berlaku di masyarakat,” kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Rabu (27/10/2021).
Dalam hal ini, lanjut dia, ragam bahasa dibagi dalam penggunaan secara formal dan nonformal. Di ruang digital, pemakaian bahasa nonformal tidak menjadi masalah asal sesuai nilai dan norma yang berlaku.
“Dengan berbahasa yang baik dan benar maka itu bisa menunjukkan etika. Dan di ruang digital etika berbahasa itu berarti tidak menyebarkan hoaks, radikalisme, pornografi, penipuan, SARA, perundungan, ujaran kebencian, dan interaksi maupun komunikasi negatif lainnya,” ujar Ryzki.
Dia mengatakan, etika di ruang digital pada dasarnya sama dengan etika di dunia nyata. Di dalamnya sama-sama ada nilai sopan santun, dan norma yang harus diperhatikan agar tidak menyakiti orang lain.
Tata krama di internet itu, kata Ryzki, lebih dikenal dengan sebutan netiket, yaitu kesadaran di ruang digital kita tidak benar-benar bebas karena karakter anonimnya. Akan tetapi ada jejak digital, sehingga harus mempertimbangkan dampak dalam setiap produksi konten atau ketika berkomentar. Oleh karena itu ada etika yang harus diperhatikan dalam menyebarkan informasi.
“Kita harus bertanggung jawab atas konten yang kita produksi atau ketika ikut menyebarkan konten. Memiliki empati, atau menempatkan diri pada posisi orang lain atas akibat yang akan disampaikan. Membuat informasi yang otentik atau dapat dipercaya. Menyebarkan informasi yang menginspirasi, dan memiliki integritas,” ujar dia.
Dalam bermedia, lanjut dia, mesti menjaga jari-jari supaya tidak mudah membagikan konten yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. Maka dari itu butuh literasi digital untuk cakap menggunakan teknologi informasi dan komunikasi baik secara teknis dan kognitifnya.
Kerangka literasi digital meliputi proteksi diri dari ancaman kejahatan digital, tidak melanggar hak berekspresi dan kekayaan intelektual. Juga pemberdayaan jurnalisme warga, kewirausahaan, dan etika informasi.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0