Perempuan lebih ekspresif dalam berkomunikasi. Itu sebabnya, perempuan lebih senang berkomentar daripada laki-laki.
“Namun, keseringan komentar juga bisa bikin ketagihan. Dimulai dari iseng, berkembang jadi habit, dan berakhir dengan komen sana-sini,” kata Kurniawan, Founder & CEO Cavasa Food, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Kamis (11/11/2021).
Ibarat minum obat, kata Kurniawan, komentar bisa membuat seseorang termotivasi jadi lebih baik. “Bila over dosis, bisa berakhir buruk bagi penderitanya.”
Untuk itu, menurut dia, ada baiknya pikir dua kali sebelum bicara bila komen masuk dalam kategori ini:
- Membanding-bandingkan
Enggak ada orang yang senang dibandingkan dengan orang lain, apalagi bila orang lain lebih bagus dari dirinya. Bila ingin menyampaikan komen, fokuslah pada orang yang dituju, tak perlu menghadirkan orang ketiga. Misalnya, “Hasil kerja kamu kurang oke, beda dengan si C.”
- Mendoakan yang tidak baik
Tanpa sadar komentar sering diiringi dengan doa yang tidak baik, lho. Isi komen: “Gaya dandan si A enggak banget deh”, namun kita sering menambahkan: “Pasti susah deh dapat pacar!” Sudah komen, nyumpahin pula.
- Mematahkan impian
Tak semua orang punya hati sekeras baja, ada juga yang selembut sutra. Untuk sebagian orang, komentar pedas bisa membuat mereka down, enggak pede, sakit hati, bahkan menangis tersedu-sedu. Daripada berkomentar, mengapa tak berikan solusi?
- Menggunakan kata kasar
Walau yang kita komentari adalah anak buah, Office Boy, atau pelayan, menggunakan kata kasar yang menjatuhkan derajat seseorang sama sekali tidak layak didengar. Malah membuat diri kita dinilai tak punya sopan santun oleh orang sekitar.
- Menambah musuh
Merasa komen sudah baik tapi musuh semakin banyak? Artinya kita perlu me-review ulang cara kita berbicara. Bisa jadi kata-kata kita selama ini menyakiti hati orang lain walau niatnya baik.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0