Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mampu menyerap 97 persen tenaga kerja nasional sehingga berkontribusi besar dalam membangun perekonomian negara. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, saat ini sudah ada sekitar 60 juta pelaku UMKM di Indonesia.
“Jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat seiring berkembangnya teknologi dan potensi sumber daya alam yang ada. Apalagi sekarang Anda bisa melakukan pendaftaran UMKM online di manapun,” kata Dianita Meirini, Dosen IAIN Tulungagung, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (03/12/2021).
Namun, lanjut dia, terdapat beberapa permasalahan yang sering dialami UMKM di Indonesia dan masih menjadi pekerjaan rumah bagi sektor ekonomi. Jika tidak diatasi, maka UMKM yang sedang tumbuh bisa saja kalah bersaing, stagnan, bahkan gulung tikar.
“Ada banyak permasalahan yang mungkin dialami oleh para pelaku UMKM di Indonesia. Namun, terdapat beberapa masalah utama UMKM yang sering terjadi sehingga menghambat pertumbuhan usaha,” kata Dianita.
Menurut dia, ragam masalah UMKM itu yakni:
- Minimnya modal usaha
Modal merupakan salah satu permasalahan utama yang sering dialami UMKM. Minimnya modal yang dimiliki para pelaku usaha mengakibatkan kegiatan produksi menjadi terhambat sehingga keuntungan yang diperoleh tidak optimal. Untuk itu, banyak para pelaku usaha yang mencoba peruntungan dengan mencari modal melalui pinjaman bank. Sayangnya, syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh pinjaman modal dari bank sering kali tidak dapat dipenuhi oleh para pelaku UMKM sehingga usaha menjadi mandek.
- Kesulitan dalam hal perizinan
Perizinan juga menjadi salah satu masalah UMKM yang sering dialami di Indonesia. Padahal, izin usaha resmi merupakan hal penting dalam sebuah usaha, terutama jika berkaitan dengan pengembangan bisnis dan akses pembiayaan. Tanpa izin resmi, UMKM tidak akan bisa mengajukan modal sehingga akan sulit untuk mengembangkan usaha, lho!
- Kurangnya pemahaman tentang pemasaran digital
Setiap pelaku UMKM tentu ingin mengembangkan jangkauan usahanya seluas mungkin. Namun, kurangnya pemahaman tentang pemasaran bisnis menjadi permasalahan tersendiri yang sering dialami UMKM, terutama jika berkaitan dengan teknologi atau pemasaran digital. Meski sudah banyak pelaku UMKM yang menjual produknya secara online melalui media sosial atau marketplace, pemahaman tentang pemasaran digital masih belum maksimal sehingga potensi keuntungan yang diperoleh pun masih belum optimal.
- Pembukuan masih manual
Meski Indonesia sudah mulai mendorong pertumbuhan ekonomi digital, masih banyak pelaku UMKM yang menggunakan pembukuan secara manual. Jika pembukuan manual mengalami kerusakan, kehilangan, atau kesalahan, maka seluruh data akan hilang dan sistem penjualan menjadi terhambat. Padahal, pembukuan merupakan elemen penting dalam kegiatan usaha dan salah satu syarat wajib yang diperlukan dalam peminjaman modal. Jika Anda termasuk pelaku usaha yang masih menggunakan pembukuan manual, beralihlah ke pembukuan otomatis dengan menggunakan aplikasi atau sistem pembayaran online yang sudah terintegrasi. Dengan begitu, pencatatan transaksi bisa dilakukan secara otomatis dan akurat sehingga risiko kerusakan, kehilangan, ataupun kesalahan data bisa diminimalisasi.
- Kurangnya kesadaran membayar pajak
Dari sekitar 60 juta pelaku UMKM di Indonesia, hanya ada sekitar 2 juta pelaku UMKM yang melaporkan pajaknya. Hal ini diprediksi karena banyak pelaku UMKM yang masih belum menyadari pentingnya membayar dan melaporkan pajak, serta belum mengetahui cara menghitung pajak. Padahal, jika pelaku UMKM tidak membayar dan melaporkan pajaknya, mereka akan dikenakan sanksi pajak yang berpengaruh terhadap jumlah pendapatan mereka. Untuk menghindari sanksi tersebut, lakukan pembayaran pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulannya dengan menggunakan aplikasi PPh Final dari OnlinePajak.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0