Wihaji, Bupati Batang, menyiapkan sejumlah strategi untuk menarik lebih banyak wisatawan berkunjung ke Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Wihaji mengakui bahwa aksesibilitas dan amenitas menjadi tantangan besar yang harus segera diselesaikan dalam mengembangkan destinasi di kabupaten tersebut.
“Akses yang terbatas menuju beberapa destinasi menjadi pekerjaan rumah bagi kami yang harus diselesaikan. Banyak yang menanyakan ke saya, transportasi umum apa yang harus digunakan menuju beberapa tempat wisatanya. Pasalnya, ada beberapa tempat wisata, misal Pagilaran, yang di atas pukul 17.00 WIB tidak ada lagi akses tranportasi umum yang lewat ke sana,” ujar Wihaji.
Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa strategi untuk aksesibilitas darat dan udara ke berbagai destinasi wisata di Batang tengah digodok dan ditata. Untuk aksesibilitas udara, Wihaji menyadari salah satu kelemahan Batang adalah lokasi bandara yang memerlukan waktu lebih dari dua jam menempuh perjalanan antara Batang dengan Semarang, sebagai kota terdekat yang memiliki bandara. Untuk itu, saat ini pemerintah kabupaten sedang mencari titik temu untuk mengusahakan pembangunan bandara perintis.
Untuk jalur darat, Pemkab Batang memiliki dua stasiun, yakni Stasiun Batang Lama dan Stasiun Batang Baru. “Anehnya, Batang memiliki dua stasiun, tapi tidak ada kereta yang berhenti. Pemerintah Kabupaten Batang sudah meminta secara resmi kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI), minimal kereta ekonomi berhenti di Batang. Opsi lain seperti membuat transportasi umum dari Stasiun Pekalongan menuju ke berbagai destinasi wisata di Batang,” jelas Wihaji.
Mengenai amenitas, Kabupaten Batang masih terbilang minim fasilitas. Saat ini akomodasi yang tersedia hanya hotel bintang dua dan losmen. Untuk alternatif, di beberapa destinasi wisata seperti Sikembang, pemerintah daerah tengah mengembangkan homestay dan glamping.
Konsep homestay dan glamping ini sejalan dengan program prioritas Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menurut Arief Yahya, untuk mewujudkan akomodasi yang mudah dan murah, harus dilakukan terobosan dengan membangun sebanyak mungkin homestay di desa-desa wisata di seluruh pelosok Tanah Air. “Homestay murah karena harga penyewaan sangat terjangkau, mengingat rumah wisata ini dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Mudah karena informasi mengenai homestay ini bisa diakses secara online oleh wisatawan di seluruh dunia,” ujar Arief.
Dibandingkan hotel, pembangunan homestay juga lebih mudah dan fleksibel. Menteri Pariwisata menyebutkan hotel chain terbesar, salah satunya Accor Group, hanya mampu membangun sebanyak 100 hotel hingga 5 tahun ke depan. Ambil rata-rata per hotel memiliki 200 kamar, maka Accor hanya mampu menyediakan 20.000 kamar. Isu lainnya, hotel chain tidak mau membangun hotel di sembarang lokasi. Kota-kota besar dengan pasar yang sudah terbentuk menjadi target lokasi pembangunan. Sementara itu, target pemerintah sendiri adalah membangun akomodasi di seluruh Indonesia untuk meningkatkan jumlah wisatawan, baik asing maupun nusantara.
Glamping yang termasuk dalam konsep nomadic tourism merupakan alternatif tercepat lainnya melebihi homestay. Lewat nomadic tourism, dapat dibangun akomodasi yang sifatnya berpindah-pindah. Ada beberapa jenis nomadic accommodation selain glamping, yaitu hotel karavan dan homepod.
“Kita punya 17.000 pulau, 75.000 desa, dan ratusan destinasi indah. Kalau harus membangun hotel konvensional perlu waktu yang sangat lama, homestay pun menurut saya masih kurang cepat. Maka, nomadic tourism merupakan solusi sementara yang dapat menjadi solusi selamanya,” ujar Arief.
Dengan berbagai tantangan menyangkut aksesibilitas dan amenitas, Kabupaten Batang tetap menyiapkan berbagai rencana pariwisata ke depan. Untuk 2019, Batang akan membangun superblock yang dilengkapi fasilitas hotel berbintang, mal, serta pusat hiburan. Membuat paket-paket wisata yang menonjolkan berbagai destinasi khas di Batang dengan wisata alamnya juga tengah disiapkan.
Wihaji berharap rencana ini dapat meningkatkan jumlah wisatawan, baik nusantara maupun asing. Pada 2017 lalu, kunjungan wisatawan nusantara mencapai 447.000 orang. Sementara itu, wisatawan mancanegara masih mengandalkan para pekerja PLTU, seperti pekerja Jepang, Korea, dan India.
KOMENTAR
0