Akan seperti apa Jakarta ke depan setelah pergantian status tidak lagi menjadi ibu kota negara? Diskusi tentang masa depan Jakarta tersebut menjadi topik yang diangkat dalam kegiatan diskusi bertajuk Ngobrol Pintar (Ngopi) tentang Jakarta dengan tema “Bicara Jakarta Tanpa Ibukota” pada 12 November 2024.
Diskusi yang diinisiasi organisasi kepemudaan Mentari Muda Jakarta Kramat 49 tersebut dilaksanakan di Auditorium Gedung Dakwah IR Djuanda, Muhammadiyah Jakarta, dengan menghadirkan Profesor Bunyamin, Wakil Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jakarta, dan Pramono Anung, calon gubernur Jakarta.
Menurut Bunyamin, Jakarta ke depan membutuhkan sumber daya manusia yang andal. Untuk menghasilkan generasi tersebut kuncinya utamanya adalah pendidikan dan agama.
“Jadi untuk mencetak generasi muda yang berkualitas di masa depan, pendidikan dan agama harus sejalan,” kata Bunyamin.
Sementara itu, Pramono Anung, atau akrab disapa mas Pram, memaparkan bahwa ke depan sesuai Undang-Undang No. 2 Tahun 2024 tentang Kota Jakarta, bahwa setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara, Jakarta akan menjadi kota global sekaligus pusat perekonomian nasional.
Saat ini, kata Pram, Jakarta menempati peringkat ke-76 dari 156 kota di dunia yang berstatus global. “Posisi tersebut masih di bawah Singapura posisi 7, Bangkok 42, Kuala Lumpur 70, bahkan masih di bawah Manila yang menempati peringkat ke-72,” jelasnya.
Pram menjelaskan, Jakarta belum bisa masuk peringkat 50 besar salah satu penghambatnya adalah soal sumber daya manusia. “Sebenarnya bukan karena rata-rata tingkat pendidikan yang di bawah SLTA, tapi yang utama dan terutama adalah kebanyakan pendidikan kita tidak kompatibel dengan apa yang menjadi kebutuhan sekarang ini,” kata Pramono.
Lebih lanjut Pram mengungkapkan, saat ini pilihan pekerjaan generasi milenial dan generasi Z semakin beragam dan berbeda dengan generasi sebelumnya. “Ini yang masih belum disadari kebanyakan orang. Sekarang ini yang sebenarnya dibutuhkan generasi muda adalah creator hub,” katanya.
Pram menjelaskan bahwa sekarang ini generasi muda yang menggeluti profesi seperti konten kreator media sosial lebih didominasi karena bakat, bukan karena mereka belajar dan mendapat sertifikasi di bidang tersebut. Padahal, menurut Pram, profesi seperti konten kreator media sosial menjanjikan pendapatan yang sangat besar.
“Minggu lalu saya bertemu 100 konten kreator Tiktok. Saya tanya berapa penghasilannya, ternyata luar biasa. Besar sekali dan jauh lebih besar dari gaji Aparatur Sipil Negara,” ungkap Pram.
Untuk itu, diperlukan Balai Latihan Kerja di setiap kecamatan dan kelurahan yang dapat memberikan informasi dan pelatihan generasi muda yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja saat ini.
KOMENTAR
0