Semangat Indonesia Incorporated semakin solid saja untuk memajukan sektor pariwisata. Kini, giliran Kementerian Pariwisata yang berkolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengembangkan pariwisata halal di Indonesia. Global Muslim Travel Index (GMTI) pun diplot sebagai acuannya.
Hal ini muncul setelah audiensi Kementerian Pariwisata dan MUI yang dihadiri langsung Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menteri Pariwisata Arief Yahya datang didampingi oleh Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Riyanto Sofyan dan Plt Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kepariwisataan Ahman Sya.
Delegasi Kementerian Pariwisata pun disambut langsung oleh Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amien. Turut mendampingi juga Sekjen MUI Anwar Abas dan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid. Arief Yahya mengatakan, pengembangan wisata halal harus menggandeng MUI, sebab hal ini juga menjadi wilayah kerja MUI.
“Program wisata halal ini akan dikembangkan bersama MUI. Karena alasan itulah kami beraudiensi. Kami ingin wisata halal Indonesia mendunia. Acuannya tetap global. Standardisasi wisata halal dengan level GMTI. Itu sudah menjadi baku,” kata Arief Yahya.
Ada empat elemen GMTI yang menjadi standar acuan dunia, yakni aksesibilitas, komunikasi, lingkungan, dan layanan. Indeks tersebut mencakup sedikitnya 130 negara, baik itu negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) atau non-OKI. Secara umum, wisata halal ini juga identik dengan pariwisata biasa, yang membedakan adalah destinasi beserta atraksi wisatanya, hotel, dan kuliner harus sesuai syariah Islam.
Mengacu standar GMTI, Indonesia berada di urutan ketiga dunia pada Mei 2017, di bawah Malaysia dan Uni Emirat Arab. Untuk menaikkan standar wisata halal Indonesia pada 2018, dukungan sudah diberikan oleh MUI.
“Respons positif ditunjukkan MUI. Ketua MUI berkomitmen untuk ikut mengembangkan wisata halal. Label halal itu sebenarnya inklusif, tidak hanya berlaku untuk muslim. Non-muslim juga ada yang menggemari halal lifestyle,” ujar Arief.
Audiensi Kemenpar dengan MUI menghasilkan tujuh formulasi. Untuk pedoman usaha pariwisata halal, nantinya akan disusun segitiga. Stakeholder itu adalah Kemenpar, MUI, juga pelaku industri wisata halal. Setelah pedoman itu terbentuk, langkah selanjutnya sosialisasi wisata halal.
“Audiensi itu sangat produktif. MUI sangat terbuka terhadap industri pariwisata. Soal penyusunan pedoman harus dilakukan bersama, sebab wisata halal itu harus bisa membentuk perubahan perilaku manusia. Harapannya mereka bermartabat dan religius,” ujar Arief Yahya.
Menjaga kualitas dan kehalalan, sertifikasi diberlakukan menyeluruh. Kemenpar dan MUI bahkan akan mendorong pendirian Lembaga Sertifikasi Profesi Halal. Selain itu, mereka juga berencana membentuk Tim Bersama Wisata Halal.
“Sertifikasi Pariwisata Halal harus diberikan. Elemen-elemen lain pun juga harus dikuatkan. Kami berharap wisata halal ini bisa membentuk karakter mandiri,” ujar Arief.
Terkait destinasi, kesepahaman juga sudah bulat. Mereka pun sepakat akan mendorong berdirinya Desa Wisata Halal. Demi menguatkan posisi, penyelenggaraan kegiatan sadar wisata halal juga diperlukan.
“Pengembangan Desa Wisata Halal akan dilakukan. Teknis dan lokasi akan dibicarakan internal dulu. Ide-ide seperti ini pun harus dikembangkan,” ujar Arief.
KOMENTAR
0