Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengembangkan 10 desa wisata bahari menuju desa mandiri yang terintegrasi dengan pengembangan KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional). Pengembangan itu akan tetap mengedepankan aspek konservasi dan pengelolaan berbasis masyarakat.
Oleh Bayu Hari
Meskipun 2/3 dari wilayah Indonesia merupakan lautan, namun kontribusinya laut terhadap perekonomian nasional belum maksimal. Guna meningkatkan peran laut terhadap perekonomian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun akan mengembangkan 10 desa wisata mandiri.
Rencana pengembangan itu antara lain akan dilakukan di Kabupaten Kepulauan Tidore, Kabupaten Berau, Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Sabang, Kabupaten Ende, Kabupaten Raja Ampat, Morotai, dan Labuan Bajo.
“Nanti di lokasi wisata bahari jangan lupa tanam karang dan tanam mangrove. Ini sangat penting untuk lingkungan dan mencegah dampak climate change,” kata Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan dalam acara Gelar Wisata Bahari 2019, beberapa waktu lalu.
Program Wisata Bahari Mandiri yang akan dikembangkan oleh KKP merupakan pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat dan potensi lokal. Konsep Desa Wisata Bahari adalah konsep mengembangkan desa yang memiliki potensi wisata dengan mengedepankan konservasi sumberdaya alam dan ekosistem dalam setiap pengelolaan wisata, menjadikannya prioritas pertama setelah peningkatan sektor ekonomi.
Ini merupakan konsep yang melibatkan masyarakat, tidak hanya sebagai obyek dan penonton, tetapi lebih berperan sebagai pelaku usaha wisata. Konsep yang memberdayakan dan mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan wisata bahari yang peduli alam dan lingkungan yang sekaligus mensejahterakan kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan program ini masyarakat juga dapat mengelola kawasannya menjadi kawasan ekowisata unggulan.
Sementara itu, program Desa Wisata Mandiri sejatinya telah dilakukan oleh KKP di beberapa destinasi. Salah satunya di Wisata Mangrove Bagek Kembar Sekotong, Lombok. Di tempat ini, lahan yang tergerus abrasi ditanami bakau oleh masyarakat dan kini menjadi sebuah destinasi wisata baru.
“Sekarang abrasi berkurang. Kami juga membuat jalur tracking mangrove dan menara pandang sehingga tempat ini menjadi ramai oleh wisatawan,” kata Agus Alwi, Ketua Kelompok Masyarakat Pengelola Wisata Mangrove Bagek Kembar.
Pasca kawasan ini kembangkan sebagai wisata mangrove, masyarakat pun mulai merasakan manfaat ekonominya. Menurut Agus, dari tarif biaya parkir kendaraan saja, rerata menghasilkan Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per hari.
KOMENTAR
0