Wabah COVID-19 mendorong banyak sektor untuk mengadopsi teknologi digital guna meningkatkan efisiensi termasuk dalam sektor pariwisata. Namun, baru sekitar 30 persen pelaku usaha wisata di Indonesia yang mengadopsi solusi digital itu.
Muhammad Ajie Santika, CMO dan Cofounder Feedloop AI, mengatakan, 30 persen pelaku usaha wisata itu sudah membuktikan bahwa teknologi digital masa kini dan masa depan, salah satunya Artificial Intelligence (AI), telah terbukti membantu pemulihan pascapandemi COVID-19 yang menghancurkan sektor pariwisata.
“Pemerintah saat ini terus mendorongnya dengan harapan mudah-mudahan di 2025 mendatang sudah tercapai 60 persen pelaku usaha yang mengadopsi teknologi digital,” kata Muhammad Ajie Santika saat menjadi narasumber Sesi II Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2025 yang digelar Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwarparekraf) di Hotel Aston Kemayoran, Jakarta, Kamis (10/10/2024).
Meski memiliki banyak keunggulan serta dorongan pemerintah yang ingin teknologi AI itu segera diadopsi, namun ternyata kata Ajie, regulasi mengenai penggunaan AI belum ada di Indonesia karena masih dibahas oleh pemerintah bersama stakeholders terkait.
“Jika sudah ada regulasi itu, saya yakin pariwisata kita bisa berkembang lebih cepat. Tapi sekali lagi tantangannya di Indonesia tidak mudah, di antaranya kesenjangan integrasi teknologi hingga ketidakcocokan budaya dan layanan AI itu,” pungkas Ajie.
Sementara itu, Direktur Strategi dan Pengembangan Teknologi Injourney Airport Ferry Kusnowo yang diwakili Technology and Digitalization Group Head PT Angkasa Pura Indonesia Wahyu Chayadi dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, pihaknya sebagai pengelola bandara di Indonesia sudah mulai mengadopsi AI guna memaksimalkan pelayanan dan pengalaman penumpang pesawat hingga pelaku usaha di bandara.
“Adopsi teknologi digital bagi kami adalah sebuah keniscayaan karena semua operasional bandara harus terintegrasi agar konektivitas penerbangan terjalin, jika tidak maka akan kacau,” kata Wahyu.
Apalagi lanjut Wahyu, saat ini sudah tidak ada Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II, namun digabung menjadi Angkasa Pura Indonesia, maka integrasi sistem lewat teknologi, salah satunya AI, seperti menjadi kewajiban seraya memenuhi tuntutan pengguna jasa layanan penerbangan yang semakin butuh efisiensi serta kecepatan.
“AI tidak hanya mempermudah petugas dan bandara, namun juga memudahkan penumpang. Kami punya CCTV Analytics yang mempermudah petugas melihat kepadatan di beberapa titik. Termasuk untuk mendeteksi ancaman bahaya di bandara dengan mengenali beberapa gerak mencurigakan yang berpotensi membahayakan,” ujar Wahyu.
Wahyu menuturkan, saat ini Bandara Soekarno Hatta tengah melakukan uji coba autogate di Terminal 3 yang mengadopsi AI. AI itu akan memudahkan wisatawan dan pengguna jasa bandara untuk check in lebih cepat, traveler tak perlu lagi menunjukkan dokumen fisik KTP atau boarding pass dan bertatap muka saat check in.
“Jadi cukup dengan menunjukkan wajah ke mesin, nanti data akan disesuaikan hingga gate terbuka. Dengan teknologi itu kita tak hanya mempercepat, namun juga mengurangi penggunaan kertas dan dokumen cetak. Jadi, efisiensi bukan hanya bagi pengguna jasa, tapi bagi perusahaan juga,” tutur Wahyu.
Selain memanfaatkan CCTV Analytics dan biometrik, Angkasa Pura juga sedang mengembangkan aplikasi Traveling: Injourney Airport. Aplikasi yang memanfaatkan AI itu akan memberikan kemudahan wisatawan untuk mencari informasi, seperti rekomendasi perjalanan hingga informasi akurat seputar penerbangan dan bandara.
“Bicara soal kecanggihan biometrik, traveler harus tahu nih, salah satu bandara yang paling canggih dalam memanfaatkan AI adalah Korea Selatan. Teknologi Korea Selatan terkait biometrik terbaik di dunia. Mulai dari CCTV hingga gate-nya. Kita semua tahu warga Korea suka operasi plastik, dan satu orang bisa beberapa kali melakukan operasi. Nah, untuk mengidentifikasi perubahan itu butuh teknologi canggih yang menunjukkan dia adalah orang yang sama,” kata dia.
Tak hanya Korea, ungkap Wahyu, Tiongkok juga memiliki teknologi serupa yang canggih. Karena itu, Indonesia terus belajar dan bekerja sama dengan produsen-produsen teknologi masa kini itu untuk bisa diadopsi di Indonesia untuk mendukung pariwisata nasional.
KOMENTAR
0