Sukamdani: SDM Masih Menjadi Masalah Utama Industri Perhotelan

Tuesday, 14 November 17 Ahmad Baihaki

Minimnya SDM profesional masih menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi industri perhotelan. Hal itu diungkapkan oleh Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), dalam acara konferensi pers The Hotel Week Indonesia. Menurut Hariyadi, selain SDM pariwisata kebanyakan hanya lulusan D3 atau D4, mereka juga harus memiliki banyak sertifikasi untuk mengisi posisi-posisi tertentu.

“Di sektor pariwisata sampai saat ini bagus penyerapan tenaga kerjanya. Yang menjadi masalah adalah mencari tenaga ahli yang terbaik. Pertumbuhan cepat, akhirnya yang belum siap diambil. Ini menjadi perhatian bagi kami,” ujar Hariyadi.

BACA JUGA:   Arief Yahya: Masa Depan Kuliner Indonesia Sangat Bagus

“Jadi, kita harus mempunyai standar minimum. Bila kita tidak melakukan hal tersebut, tentunya tidak akan diterima di perhotelan,” ujar Hariyadi.

Hariyadi mencontohkan, untuk posisi general manager saja minimal harus mempunyai 54 sertifikasi. Sementara, orang yang baru mulai bekerja minimal memiliki antara 5-10 sertifikasi di industri hospitality.

“Kalau SDM Indonesia memiliki sertifikasi di industri perhotelan akan memengaruhi harga kamar. Kalau di Bali, rata-rata harga kamarnya sekitar US$300 untuk bintang 5, sedangkan di Jakarta sekitar US$100-150,” kata Alexander Nayoan, Kepala Jakarta Hotel Association.

BACA JUGA:   Lazada Luncurkan #upgradeUKM untuk Memajukan UKM Daerah

Alexander mengatakan, apabila dilakukan secara tepat dan benar sama dengan negara-negara lain, tenaga kerja Indonesia mudah mendapatkan pekerjaan di luar negeri. “Dengan sertifikasi tersebut, biasanya lebih mudah mendapatkan pekerjaan,” ujar Alexander.

Didien Junaedy, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia, mengatakan, di dunia pariwisata, hal pertama yang harus disiapkan adalah SDM profesionalnya, setelahnya baru infrastruktur dan lain-lain. Untuk industri perhotelan, SDM-nya bisa melalui pendidikan vokasi.

BACA JUGA:   Epson Indonesia Hadirkan Pohon untuk Kehidupan di Kalimantan

“Akademi vokasi ini dilakukan 30 persen belajar di kampus dan 70 persen belajar di industri sehingga apabila memiliki sertifikasi di industri nantinya mereka akan jauh lebih siap bersaing,” ujar Didien.