Mengembangkan kawasan Kota Tua di Jakarta memang tidak semudah yang dibayangkan. Banyak hambatan yang dihadapi di dalamnya, salah satunya kurangnya kerja sama antar-sektor. Hal tersebut diungkapkan oleh Norviadi S. Husodo, Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, dalam forum diskusi Jakarta Tourism Forum yang berlangsung pada 13 Februari 2019.
Menurut Norviadi, saat ini yang harus dilakukan ialah meningkatkan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat.
“Itu yang menjadi kelemahan kita, tapi seharusnya hal itu tidak usah kita tutupi, justru harus kita cari solusinya bersama,” ujar Norviadi.
Tidak hanya itu, kurangnya pemahaman dari pemilik bangunan cagar budaya (BCB) dan masyarakat tentang kawasan bangunan cagar budaya juga menjadi kendala lainnya. Masih banyak masyarakat yang belum mengerti bagaimana menjaga bangunan yang ada di sekitar Kota Tua.
“Padahal, kalau kita lihat sekarang, Kota Tua sebagai kawasan cagar budaya memiliki potensi yang baik dalam sektor pariwisata,” kata Norviadi.
Selain dari segi bangunan, potensi terbaik yang dimiliki wisata Kota Tua ialah lokasi yang strategis dan mudah dijangkau dari mana-mana. Untuk itu, Norviadi berharap agar dapat meningkatkan promosi Kota Tua ke dalam tiga aspek yang disebut 3A, yakni atraksi, aksesibilitas, dan amenitas.
Atraksi adalah produk utama sebuah destinasi yang berkaitan dengan what to see dan what to do. Aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi, seperti jalan raya, ketersediaan sarana transportasi, dan rambu-rambu penunjuk jalan. Sedangkan amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Amenitas ini berkaitan dengan ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap serta restoran atau warung untuk makan dan minum.
“Jadi, saya mohon bagi para pengambil kebijakan untuk bantu kami mencari sponsor CSR agar Kota Tua lebih baik dari sebelumnya. Jadi, nantinya kami dapat dukungan dari sumber dana lain juga. Bantu kami satu meja dengan pemerintah pusat, bukan hanya dengan pemerintah DKI Jakarta,” jelasnya.
Aspek 3A ini juga didukung oleh Yiyok T. Herlambang, Ketua Asosiasi Museum Indonesia DKI Jakarta. Pada aspek atraksi, Kota Tua memiliki sejarah museum, living museum berupa pecinan glodok, wisata religi berupa masjid, wisata etnik, hingga wisata belanja.
Sementara aspek aksesibilitas, Kota Tua memiliki akses mudah dan terjangkau sehingga memungkinkan banyak orang untuk berkunjung ke sana. Kemudian aspek amenitas yang sudah tersebar luas di sekitar kawasan Kota Tua.
“Benchmarking kita memang agak kurang, tidak seperti di Malaysia yang ada Penang. Namun, kita akan terus mendorong kawasan Kota Tua menjadi lebih baik ke depannya dan mendukung Kota Tua sebagai destinasi wisata terkenal,” ujar Yiyok.
KOMENTAR
0