Workshop Wonderful Indonesia dengan Stakeholder Pentahelix

Friday, 21 April 17 Nila Sofianty

Untuk memperkuat komunikasi dan kedekatan dengan stakeholder Pentahelix di Bali, Kementerian Pariwisata menggelar workshop sosialisasi kebijakan bagi jurnalis Greater Bali di Bali Rani Hotel Kuta, Bali, 7 April 2017 lalu. Selain dihadiri oleh sekitar 50 an perwakilan media, workshop sehari ini juga dihadiri oleh komunitas media digital, multimedia, maupun medsos dan digelar untuk mendiskusikan sektor yang menjadi prioritas pemerintah, yaitu pariwisata.

Mengambil tema “Kebijakan Pengembangan Pariwisata 2017: Go Digital, Homestay, dan Aksesibilitas”,  acara dibuka oleh Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata. Selain diskusi dengan para jurnalis greater Bali, dipaparkan juga sejumlah materi dari para narasumber, yaitu Ukus Kuswara, Staf Ahli Direksi Indonesia Tourism Development Corporation Ida Bagus Abdi, Staf Khusus Menteri Pariwisata Bidang Komunikasi M. Noer Sadono, dan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anak Agung Gede Yuniartha.

“Peran media massa dalam memajukan pariwisata di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, kami mempunyai program menyelenggarakan workshop dengan para jurnalis di sejumlah kota di Indonesia,” kata Ukus Kuswara.

“Kami berharap para jurnalis untuk memberitakan obyek-obyek wisata yang ada di seluruh daerah di Indonesia. Bangsa kita sangat kaya dengan keanekaragaman seni, budaya, dan panorama yang indah,” tambah Ukus.

Dalam acara ini diungkapkan juga bahwa pada tahun 2017 ini Kementerian Pariwisata menetapkan tiga program unggulan, yaitu pariwisata digital tourism, homestay, dan aksesibilitas (konektivitas udara). Terkait dengan poin terakhir, yaitu konektivitas udara, saat ini dan ke depannya Bali yang menjadi pintu masuk terbesar wisman sangat membutuhkan pengembangan bandara agar mampu menampung wisatawan yang datang sesuai target pencapaian wisman yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Sementara itu, menurut Anak Agung Gede Yuniartha, destinasi wisata itu yang pertama harus diperhatikan adalah sisi keamanan. “Daerah wisata itu harus aman. Jika tidak, akan ditinggalkan. Selain itu, yang juga memegang peranan penting adalah guide sebagai frontliner yang harus tahu budaya Bali jika di Bali,” ungkap Yuniartha.

Yuniartha menambahkan, pemandu wisata haruslah tahu daerah wisata meski sudah punya sertifikasi kompetensi. “Tapi kalau seorang guide belum lulus soal budaya Bali, maka mereka belum bisa jadi guide. Mereka harus lulus tes dan berpakaian Bali. Ada sekitar 8.000 lebih pramuwisata di Bali, dan 1.300 di antaranya merupakan pemandu turis Cina. Nah, tantangan ke depan setelah Raja Salman ke sini adalah menyiapkan pemandu berbahasa Arab. Saya yakin setelah ini wisatawan Timur Tengah pasti akan datang lebih banyak lagi,” ujar Yuniartha.

Dijelaskan juga oleh Ukus bahwa program pemerintah dalam pembangunan lima tahun ke depan akan fokus pada sektor infrastruktur, maritim, energi, pangan, dan pariwisata. Penetapan kelima sektor itu mempertimbangkan signifikansi perannya dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang terhadap pembangunan nasional. Ia mengatakan, dari kelima program tersebut, pariwisata ditetapkan sebagai leading sector karena dalam jangka pendek, menengah, dan panjang pertumbuhannya positif. Hal tersebut terlihat dari kontribusi pariwisata dunia terhadap produk domestic bruto (PDB) global mencapai 9,8 persen dari kontribusi terhadap total ekspor dunia sebesar US$7,58 triliun.

Penulis: Nila Sofianti