Founder AdHouse melihat tujuan utama pameran adalah mendatangkan pengunjung dan mencapai transaksi sesuai target. Idealisme itu pun menjadi bekal bagi Adhouse dalam persaingan bisnis pameran di Tanah Air.
Waktu 26 tahun menjadi perjalanan panjang bagi Adhouse Indonesia Cipta untuk membuktikan diri sebagai salah satu organizer andal dalam bisnis pameran properti dalam negeri. Bukan tanpa sebab Soedirman Zakaria, Chairman Adhouse Indonesia Cipta, memilih sektor properti sebagai ladang bisnis. Berdasarkan proyeksi Asosiasi Real Estate Indonesia (REI), tahun 2015 ini pertumbuhan sektor properti akan mencapai 20-30 persen. Hal itu ditopang oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 304,9 juta dalam 20 tahun ke depan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 5,9 persen per tahun.
Meski tahun 2014 lalu terjadi perlambatan akibat pemilihan umum, Colliers International Indonesia memprediksi akan terjadi pertumbuhan 5-8 persen di sektor properti pada tahun 2015. “Walau terjadi pasang surut, properti adalah bisnis yang terus bertumbuh. Hanya tinggal bagaimana Anda menggarap peluang itu,” kata Soedirman.
Soedirman membangun Adhouse pada 1987 dengan promosi Pulau Batam sebagai event perdana. “Pameran pertama Adhouse sebenarnya berbau pariwisata. Kami memegang event itu selama dua periode, dari tahun 1987 hingga 1989. Kala itu, industri pameran belum booming seperti saat ini,” kata Soedirman.
Pertumbuhan industri pameran di Indonesia, menurut Soedirman, dipicu oleh kesuksesan Pekan Raya Jakarta yang pertama kali digelar di lahan tujuh hektare di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, pada 1968. Pada tahun ’90-an, Jakarta mulai dipenuhi beragam pameran, mulai dari properti, furnitur, elektronik, hingga otomotif.
Dalam perjalanannya, Adhouse sukses menggelar sejumlah pameran besar, semisal Indonesia Property Expo, SMESCO Fashion, Food & Packaging, Indonesia Fashion World, hingga Gelar Batik Nusantara. Meski bisnis pameran terus bertumbuh, Soedirman mengakui menemukan tiga kendala dalam mengembangkan pameran.
Pertama, keterbatasan ruang pameran. Awalnya Adhouse memanfaatkan area berluas 1.200 meter persegi di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) untuk berpameran sebelum akhirnya pindah ke Jakarta Design Center (JDC). “Saat itu belum ada ruang pameran ideal di Jakarta. Monas yang merupakan venue tahunan Pekan Raya Jakarta (PRJ) dibongkar, sedangkan JIExpo masih dalam tahap pembangunan,” terang Soedirman.
Meski terbentur keterbatasan ruang, Adhouse diuntungkan dengan respons baik pihak pengembang properti untuk berpameran. Hal itu dibuktikan dengan luas stan yang disewa, berawal 16 meter persegi kemudian berkembang menjadi 36 hingga 40 meter persegi. Bahkan, banyak pengembang properti yang saat ini berani mengambil stan berluas 1.000 sampai 1.200 meter persegi.
Kedua, fluktuasi ekonomi. Dalam perjalanannya, Adhouse sempat terhempas akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008. Pada medio 1998, Adhouse hanya menggelar satu kali pameran properti, diikuti dua pameran pada tahun 1999. Sementara pada tahun 2000, Adhouse menggelar tiga hingga empat kali pameran.
“Itu merupakan titik terendah kami menggelar pameran. Biasanya kami berpameran tujuh hingga delapan kali dalam setahun,” tuturnya.
Ketiga, regulasi yang kurang mendukung. Menurut Igad Permana, Managing Director PT Adhouse Indonesia Cipta, regulasi pembatasan waktu kepemilikan properti bagi investor asing selama 25 tahun serta kebijakan tata kelola lahan menjadi isu penting industri properti. “Ini akan menjadi pertimbangan utama bagi investor untuk masuk dalam bisnis properti di dalam negeri,” kata Igad.
Ekspansi Pameran
Besarnya risiko dan kompetisi membuat Adhouse merancang siasat untuk mendongkrak bisnis. Salah satu langkah yang dilakukan adalah merambah bisnis pameran komunitas berbasis produk kreatif, seperti fashion. Strategi bisnis yang telah dijalani sejak empat tahun silam itu, menurut Soedirman, turut menyuguhkan pertunjukan musik dan peragaan busana di dalam mal.
“Potensi market cukup besar, dengan peserta yang tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari Malaysia dan Vietnam. Pameran berbasis komunitas seperti ini akan terus tumbuh seiring menjamurnya mal. Jadi, kami cukup optimistis dengan ekspansi ini,” katanya.
Penulis: Pasha Ernowo
KOMENTAR
0