Mey Nurnaningsih, CHA, Corporate General Manager PT Tentrem Hotel Management Indonesia: Bermain Lokal Untuk Pasar Global

Tuesday, 01 January 19 Venue

Banyak hal yang istimewa dari Hotel Tentrem. Yang pertama, general manager hotel berbintang lima bergender perempuan di Indonesia terbilang sedikit. Yang kedua, hotel ini dibangun atas semangat mengangkat budaya tradisional di kancah global. Meskipun berarsitektur kolonial, detail pada interior semisal penggunaan ukiran Jawa di sela-sela furnitur klasik, motif batik pada setiap sudut kamar dan lobi, membuat hotel ini menjadi semacam renaissance budaya Jawa yang kuat.

Owner berkeyakinan SDM lokal mampu mengikuti standar internasional dan budaya tradisional merupakan daya tarik yang kuat di pasar global,” ujar Mey Nurnaningsih, Corporate General Manager PT Tentrem Hotel Management Indonesia.

Memasuki lobi Hotel Tentrem, para tamu bakal merasakan atmosfer hotel chain internasional yang megah dengan detail arsitektur Jawa-Kolonial. Para pegawai yang hilir-mudik mengenakan seragam batik tulis karya desain top dalam negeri. Mereka menyapa ramah para tamu dengan bahasa Jawa krama inggil: sugeng enjing (selamat pagi) atau sugeng dalu (selamat malam). “Salam seperti itu justru membuat penasaran tamu mancanegara, dan kami mengedukasi mereka mengenai budaya Jawa,” imbuh Mey.

Dengan reputasi sebagai pemilik ballroom termegah di Yogyakarta, Hotel Tentrem merupakan hotel MICE utama di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Modalnya, hotel ini memiliki Tentrem Ballroom berluas 1.872 m2, yang mampu mengakomodir berbagai konvensi, pameran, bahkan konser musik. Ballroom ini bisa dipecah menjadi tiga ruang berkapasitas 700 m2 hingga 1.400 m2.

Sejalan dengan visi Irwan Hidayat pemilik perusahaan jamu Sido Muncul sekaligus pemilik Hotel Tentrem, sosok Mey Nurnaningsih yang ia pilih sebagai general manager terbilang tepat. Alumni Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung itu lama berkarier di jaringan hotel internasional di Surabaya, seperti Shangri-La, JW Marriot, dan Sheraton. Jam terbang Mey di jaringan hotel internasional membuatnya menerapkan standar yang tinggi dalam operasional Hotel Tentrem.

Untuk menggali lebih dalam visi Hotel Tentrem yang ingin mengangkat budaya tradisional untuk pasar global, Bayu Hari dan Ludhy Cahyana dari VENUE mewawancarai Mey Nurnaningsih di suatu sore yang sibuk. Berteman secangkir jamu dan teh hangat serta keripik singkong, Mey bertutur tentang rencana besar Hotel Tentrem di masa mendatang. Berikut nukilannya.

Nama Hotel Tentrem tidak populer sebagai hotel berbintang lima berstandar internasional, apa yang Anda lakukan untuk membangun citra?

BACA JUGA:   Tiga Jurus Ekspansi Sahid International

Hal yang pertama yang saya lakukan adalah membuat brand positioning. Posisi kami itu apa? Kami ingin menjadi hotel mewah di Yogyakarta dengan mengedepankan gaya tradisional yang dipadukan dengan standar internasional. Standar yang dimaksud adalah standar keamanan, kebersihan, makanan, keramahtamahan, bahkan standar check in dan check out. Misalnya, kami memiliki trust yang tinggi kepada para tamu. Saat check out kami tidak lagi menanyakan apakah tamu mengambil makanan dari mini bar, atau memerintah dengan handy talkie kepada petugas untuk memeriksa kamar. Kepercayaan memang harus kami bangun, meskipun mini bar kami gratis. Sejak awal set up, kami tidak mau memasang harga rendah. Kami memosisikan melebihi hotel chain internasional.

Hotel Tentrem

Pada awal berdiri apa yang paling berat?

Tantangan terbesar adalah saat kami melakukan sales call. Pasti ada yang mengejek dengan mengatakan: “Apa tidak salah kami dikasih harga segini.” Harga kami lebih dari Hyatt, lebih dari Sheraton. Untuk meyakinkan mereka, kami mengundang calon tamu atau klien untuk melihat ruang meeting dan tidur di Tentrem gratis. Bagi saya berlaku tak kenal maka tak sayang. Kami ingin menginformasikan produk kami mumpuni meskipun dengan nama yang tidak menjual. Tetapi saya juga salut dengan Pak Irwan – pemilik Hotel Tentrem – karena visinya yang ingin mengeksplorasi segala sesuatu mengenai Indonesia.

Kalau bisa karyawannya harus orang Indonesia, tidak boleh ada yang asing, termasuk chef-nya. Kedua, arsiteknya dari Indonesia. Kontraktornya juga memakai Indonesia. Sampai pemilihan produk air minum juga. Kecuali kualitas produk yang kami inginkan tidak bisa diproduksi di dalam negeri, seperti karpet, terpaksa kami memesan dari luar negeri.

Visi misi kami adalah setiap orang yang menginap lebih mengenal Indonesia. Walaupun orang Barat, kami tetap menggunakan bahasa Jawa untuk menyapa mereka, kami menanggalkan good morning. Itu membuat tamu bertanya-tanya, di situlah kami menjelaskan mengenai bahasa Jawa. Kami juga menggunakan jamu sebagai welcome drink, suka tidak suka. Mereka lalu bertanya: “What is this?”, lalu kami menjelaskan, misalnya kunyit asam itu bisa menghilangkan pegal linu. Mereka jadi terkejut mengenai manfaat jamu. Pada akhirnya tamu lokal juga menyukai. Bookmark kami juga menggunakan bahasa Jawa berdampingan dengan bahasa Inggris.

BACA JUGA:   Andhy Irawan: Hotel untuk Kesejahteraan Masyarakat

Kekuatan kami, menurut saya, adalah batik, dari seluruh nusantara. Lambang Hotel Tentrem dibuat oleh pengrajin Jogja, bahkan seragam batik kami dirancang oleh desainer asal Semarang, Anne Avantie. Kami juga menjual batik tulis, bukan batik printing atau cap karena ingin menghargai para pengrajin batik lokal.

Hotel Tentrem memiliki ballroom terbesar di Jogja, apa saja nilai lebih lainnya sebagai hotel MICE?

Pertama, ukuran kamar kami mencapai 40 m2 dengan presidential suite seluas 273 m2. Untuk makanan, kami menyajikan menu nusantara, western, Timur Tengah, dan Asia. Kami menyediakan 100 menu untuk sarapan pagi para tamu. SDM kami berpengalaman bekerja di chain hotel internasional. Sebelum pre opening pada 2013, setahun sebelumnya kami pada level atas manajemen menetapkan standar operasional yang dipakai pedoman saat hotel mulai beroperasi. Kami sadar dengan nama yang tak menjual, dengan segala kemewahannya, bukan chain internasional.

Ballroom kami bukan yang terbesar, tetapi termegah. Karena kalau dibandingkan dengan Jogja Expo, tentu kami kalah besar. Tetapi untuk level hotel, kami yang paling besar dari sisi ukuran, bahkan ketinggian atap kami mencapai 15 meter. Sejak awal untuk pasar MICE, kami menetapkan harga yang termahal di Yogyakarta karena kami mempunyai fasilitas yang berbeda. Kami menjaga harga, misalnya seharusnya Rp350.000 per pax, mereka hanya memiliki anggaran Rp200.000, kami pasti menolak.

Karena kami menjaga citra, jangan sampai ada yang mengatakan kami hotel mewah tetapi makanannya ala kadarnya. Dari sisi jumlah kamar, kami mempunyai 274 kamar, dan ballroom kami dapat menampung 2.000 orang untuk standing, untuk konsep table bisa menampung 1.000 orang. Uniknya, meskipun fasilitas MICE kami mumpuni, pendapatan dari MICE masih 40 persen, dan 60 persen berasal dari tamu yang sengaja untuk menginap. Hunian kami rata-rata di atas 60 persen per tahunnya.

Barack Obama menginap di Hotel Tentrem, bagaimana Anda membuat Obama dan pemerintah RI percaya?

Owner kami berteman dekat dengan Mantan Dubes Amerika Serikat Dino Patti Djalal. Selain itu, atas saran Presiden Jokowi, Barack Obama yang menjadi pembicara konvensi diaspora diberi kesempatan jalan-jalan menikmati Bali dan Yogyakarta. Nah, hotel yang dianggap paling representatif bagi Presiden Jokowi dan Dino Patti Djalal adalah hotel Tentrem. Meskipun kami chain hotel lokal, tetapi secara keamanannya mengikuti standar internasional. Meskipun begitu, mereka tetap datang untuk melakukan survei kelayakan. Dari mulai lift, karyawan, akses, kamar, mereka juga meminta untuk akses masuk bagi rombongan Obama tidak bercampur dengan tamu. Meminta kami lewatkan lift khusus karyawan.

BACA JUGA:   Karma Events, Agar Publik Percaya Karma

Adakah permintaan yang unik dari Obama?

Kejutannya begini, artis atau orang penting biasanya permintaannya banyak. Dari mulai alergi ini-itu, dan sebagainya. Tetapi ini kok tidak ada permintaan macam-macam. Karena beliau pernah kecil di Indonesia, makanan tidak harus yang khusus. Makan nasi goreng, keripik singkong, dan sate tidak masalah. Bahkan ia sangat menyukai keripik singkong kami. Obama menempati kamar presidential suite seharga Rp36 juta semalam. Ia menginap dua malam, sementara pengawal lainnya sebanyak 30 orang kami inapkan di 16 kamar, sisanya kami inapkan di hotel lain. Kamar kami saat itu penuh karena masih musim liburan.

Sebenarnya, apa cita-cita owner Hotel Tentrem?

Cita-citanya, Hotel Tentrem menjadi produk dan SDM Indonesia tetapi bisa go internasional, meskipun kami chain lokal dengan orang-orang lokal tetapi mempunyai standar internasional. Ke depan kami akan menjadi manajemen hotel yang berawal dari Yogyakarta. Hingga saat ini kami mengelola dua properti sebagai manajemen hotel, yang semuanya milik owner Hotel Tentrem.

Pertama, Hotel Tentrem di Jogja, kemudian Hotel Chanti, hotel berbintang empat yang berada di Semarang. Kami juga akan mengoperasikan Hotel Tentrem Semarang dengan nuansa Tionghoa Semarang. Kami menyasar pasar high end, sementara 90 persen tamu kami berasal dari Indonesia, 10 persen lainnya mancanegara yang berasal dari Singapura, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Australia, dan Eropa. Ke depan, bila bandara baru di Kulon Progo beroperasi, kami yakin pasar kami menjadi lebih luas.