Berlokasi di Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Desa Marbun Tonga Marbun Dolok berada di antara perbukitan menjulang dan Danau Toba.
Udara sejuk senantiasa melingkupi desa. Hamparan persawahan dan ladang bawang merah membentang di antara sungai Aek Silang dan sungai Aek Simangira yang membelah desa ini.
Dahulu, desa penghasil bawang merah ini dikenal dengan nama Desa Bakara. Kemolekan alam desa ini pernah tertulis dalam catatan Modigliani, seorang antropolog dan ahli botani yang berkunjung ke Bakara antara Oktober 1890-Januari 1891.
Antropolog asal Italia tersebut menggambarkan kondisi alam Bakara dalam catatannya, “Teluk Bakara sangat indah dan airnya cukup dalam. Dua buah semenanjung (tuktuk) membentuk mulut teluk. Gunung membayangi teluk ini. Gunung itu menurun dari dataran tinggi Toba. Lerengnya di sebelah Barat Daya agak landai hingga ke tepi danau, membentuk lembah yang manis.”
Selain dilingkupi eloknya pemandangan alam, Bakara menyimpan potensi pariwisata sejarah yang menarik. Wilayah ini dahulu pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Toba di bawah Dinasti Sisingamangaraja mulai abad 16 hingga abad 20 (1515-1907).
Jejak peninggalan Dinasti Sisingamangaraja masih bisa ditemui di sini, di antaranya tempat kelahiran Manghuntal, kemudian menjadi Raja Sisingamangaraja I yang bernama Tombak Sulu sulu.
Dalam bahasa Batak, Tombak Sulu sulu berasal dari dua kata, yakni tombak yang memiliki arti ‘hutan belantara’ dan Sulu sulu artinya ‘obor’. Jadi, Tombak Sulu sulu memiliki arti hutan belantara yang memancarkan cahaya.
Tempat kelahiran Raja Sisingamangaraja dalam sebuah gua yang dipagari pepohonan lebat. Suasana Tombak Sulu sulu begitu asri dan teduh. Dari sini, sejauh mata memandang disuguhi hamparan persawahan yang membentang hingga ke tepian Danau Toba.
Ronald Lumbanbatu, petugas jaga Tombak Sulu sulu, mengatakan, tempat ini menjadi tujuan peziarah dari sekitar Danau Toba dan daerah lainnya. “Dari luar Danau Toba ada juga, seperti dari Medan. Biasanya mereka berdoa di sini,” ungkapnya.
Ada beberapa aturan yang harus dipatuhi sebelum pengunjung memasuki gua ini, di antaranya pengunjung dilarang menggunakan alas kaki, kemudian sebelum memasuki kawasan gua pengunjung harus melakukan ritual maranggir, yaitu membersihkan diri menggunakan air jeruk purut dengan membasuh muka dan tangan.
Bagi wanita yang sedang masa menstruasi dilarang masuk. Selain itu, pengunjung juga dilarang membawa makanan yang dianggap haram, seperti daging babi, anjing, dan alkohol. “Keyakinan yang dianut Raja Sisingamangaraja mengharamkan makan babi, anjing, juga minuman yang memabukkan,” ujar Ronald.
Selain tempat kelahiran, kompleks istana Raja Sisingamangaraja XII pun masih berdiri di sini. Letaknya tak jauh dari Tombak Sulu sulu. Kompleks istana kerajaan saat ini dirawat oleh Markoni Sinambela, anak keturunan dari Raja Sisingamangaraja.
Dalam kompleks ini terdapat sejumlah situs budaya, seperti Makam Raja Sisingamangaraja 1 hingga XI, Batu Siungkap-ungkapon, Bale Pasogit, rumah bolon, Rumah Parsaktian, dan sopo godang.
Akses menuju desa ini bisa melalui dua titik. Pertama, melalui Kecamatan Dolok Sanggul, Ibu Kota Kabupaten Humbang Hasundutan. Jalur kedua melalui Kecamatan Muara di Kabupaten Tapanuli Utara. Jika melalui jalur ini, perjalanan akan melintasi tepian Danau Toba dengan jalur berliku.
Penulis: Erwin Gumilar
KOMENTAR
0