Kehadiran Bandara International Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo menjadi momentum penting bagi pengembangan sektor pariwisata. Menurut Joko Mursito, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, pemerintah Kabupaten Kulon Progo melakukan gerak cepat menyesuaikan dengan perkembangan wilayahnya dengan melahirkan program Nusa Brata.
Joko menjelaskan maksud dari Nusa Brata, yakni manunggal sedyo broyo pariwisoto yang artinya ‘bersama sama mengembangkan pariwisata’.
“Kami bikin di kabupaten Kulon Progo ada keterpaduan antar sektor. Karena pariwisata pasti tidak bisa bekerja sendiri, harus ada kerjasama dengan Dinas Perdagangan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan,” jelasnya.
Kata Joko, program Nusa Brata tersebut diimplementasikan dengan membentuk forum yang diketuai langsung Bupati. Joko menganalogikan Nusa Brata seperti menggelar sebuah pertunjukan seni. Bupati bertugas sebagai sutradara. Asisten sutradaranya wakil bupati, pimpinan produksinya adalah sekretaris daerah.
“Misal pertunjukan itu memerlukan lighting, panggung, dan tempat itu urusannya Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Butuh pelatihan ya Pendidikan Dan Tenaga Kerja. Sampai bagaimana pertunjukan itu bersih dan sehat ya Dinas Kesehatan. Bagaimana agar aman tentu dari kepolisian dan polisi pamong praja,” terang Joko.
Dinas Pariwisata yang dipimpinnya pun bergerak cepat guna beradaptasi. Langkah awal yang dilakukan, menurut Joko, dengan merevisi Rencana Pembangunan Pariwisata Daerah.
“Misalnya sebelumnya tidak ada aturan mengenai usaha jasa pariwisata yang berorientasi kepada wisatawan luar negeri, kami sekarang sudah ubah jadi ada aturannya soal itu,” kata Joko.
Joko juga melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaku sektor pariwisata dengan melibatkan lembaga sertifikasi pariwisata. Dalam setahun, ada 12 kali pelatihan.
“Kami sempurnakan kegiatan tersebut dengan studi tiru ke destinasi yang sudah baik pengelolaannya, misal ke Nglanggeran pengelolaannya sudah bagus kita studi ke sana. Lalu Sangiran sudah bagus, kita juga belajar dari sana melihat bagaimana mereka mengemas. Harus melihat langsung lapangan, daerah mana yang sudah maju kami bisa mencontohnya,” jelas Joko lagi.
Lebih lanjut Joko mengungkapkan, langkah lainnya yang dilakukan adalah membuat sejumlah program untuk pengembangan destinasi wisata di Kulon Progo, di antaranya Padat Karya Bedah Wisata, Asah Trampil Pariwisata, dan Sambanggo.
Padat Karya Wisata bertujuan membantu dan mendorong masyarakat yang memiliki semangat (di masa pandemi) untuk membangun pariwisata dengan menata memperbaiki obyek wisata yang mereka kelola.
“Kita akan bantu dan dampingi misal mereka akan membuat jembatan bambu untuk menuju objek wisata, kami bantu, kami dampingi, kita beri mereka uang saku, fasilitas makanan selama pembangunannya. Sehingga keterpaduan pemerintah itu terealisasi,” terang Joko.
Sementara program Asah Trampil Pariwisata bertujuan meningkatkan kualitas SDM pariwisata terutama pengelola Desa Wisata. Asah Trampil ini kegiatan cerdas cermat yang menguji pengetahuan dalam bidang pariwisata.
“Kalau dulu zaman era Orde Baru ada acara cerdas cermat untuk masyarakat desa yang dikenal dengan nama klompencapir. Pertanyaan yang diujikan mengenai kepariwisataan,” kata Joko lagi.
Untuk menarik kunjungan wisatawan, Kulon Progo memiliki program yang diberi nama Sambanggo singkatan dari Sambangi Kulon Progo. Program ini lahir menyiasati kondisi saat pandemi. Sambanggo merupakan program wisata dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Dengan jumlah wisatawan terbatas dan waktu berkunjung ke destinasi yang terbatas juga.
“Filosofi nyambangi itu menengok atau menjenguk orang sakit, waktu itu seperti menjenguk orang sakit, tidak bisa berlama-lama, tidak boleh beramai ramai. Sebentar saja lalu pindah ke daya tarik wisata lainnya,” ungkap Joko.
KOMENTAR
0