Event musik jazz tahunan Jazz Gunung akan kembali digelar dengan tajuk BRI Jazz Gunung Series 2025. Berbeda dengan penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan kali ini dikemas dengan konsep series, yaitu dua kali pagelaran dilaksanakan di kawasan Bromo dan satu kali di Ijen.
Series pertama akan digelar 18-20 Juli 2025 di Amphitheater Jiwa Jawa Resorts, Probolinggo, Jawa Timur. Untuk seri kedua dilaksanakan di tempat yang sama akan digelar pada 25-26 Juli 2025. Terakhir, seri ketiga akan dilaksanakan pada 9 Agustus 2025 di Amphitheater Taman Gandrung Terakota, Banyuwangi.
Sigit Pramono, founder Jazz Gunung Indonesia, mengungkapkan bahwa Jazz Gunung kini berkembang menjadi BRI Jazz Gunung Series, sebuah rangkaian festival jazz di berbagai gunung seperti Bromo, Ijen, hingga Slamet.
“Ide awalnya lahir dari diskusi dengan Andi F. Noya. Katanya kenapa tidak dibuat format series. Dengan cara ini dinilai lebih menguntungkan secara komersial, baik bagi sponsor maupun pemerintah, karena mampu menciptakan dampak ekonomi yang lebih merata,” ungkap Sigit dalam jumpa media yang digelar di Institut Français Indonesia (IFI).
Lebih lanjut Sigit mengungkapkan, bahwa Jazz Gunung tidak semata konser musik, namun menjadi alat promosi bagi pariwisata karena acara ini digelar di kawasan wisata. “Konsep awalnya ingin mengolaborasikan musik jazz dengan keindahan alam. Jadi, bukan saja memanjakan telinga, tetapi juga mata dengan pemandangan sekitar tempat pertunjukan,” katanya.
Andy F. Noya, Advisor Jazz Gunung Indonesia, mengatakan, keunikan Jazz Gunung selain tempat penyelenggaraannya di dataran tinggi dan digelar di panggung terbuka, festival ini juga mengolaborasikan musik jazz dengan genre musik lain, bahkan dengan kesenian tradisional. Jazz Gunung mencoba menghilangkan kesan musik jazz sebagai musik eksklusif yang hanya bisa dinikmati kalangan tertentu.
“Padahal jazz sebagai musik itu sifatnya universal, dan kalau kita bicara blues itu adalah teriakan orang-orang yang merasa memberontak, sedangkan kalau jazz itu sebenarnya membuka diri, inklusif, kesetaraan, keberagaman. Ini dipertunjukkan dengan baik di Jazz Gunung,” kata Andy.
Lebih lanjut Andy mengungkapkan, Jazz Gunung mengajak kolaborasi jenis musik lintas genre. “Salah satu yang tak terlupakan ketika kami mengundang mendiang Didi Kempot. Respons penonton cukup mengagetkan, mereka semua menyanyikan semua lagu-lagunya yang diaransemen oleh Djaduk Ferianto kala itu. Lagu-lagu dinyanyikan Didi Kempot bersama penonton dalam suasana dingin dengan aransemen musik Jazz,” ungkap Andy.
Jazz juga membuka diri bagi kesenian yang lain, misalnya sendratari, seperti yang pernah digelar di Jazz Ijen Banyuwangi. Pada waktu itu, Jazz Gunung mengundang penari Gandrung. Jadilah kolaborasi antara Jazz dengan tari Gandrung.
“Kami juga pernah mengundang maestro sinden Bu Temu. Dalam usianya yang sudah sepuh sekali, Bu Temu diundang, dan kemudian penonton itu merinding menontonnya di mana Bu Temu menyinden diiringi oleh tarian, dan itu sebagai pembuka Jazz Gunung Ijen waktu itu,” terang Andy lagi.
BRI Jazz Gunung Series 2025 akan menghadirkan musisi di antaranya Karimata, band legendaris yang digawangi Chandra Darusman. Kemudian ada Jamie Aditya, Kua Etnika, Emtyyy, Ran, Bintang Indrianto Trio, Sal Priadi, Tohpati Ethnomission, dan Monita Tahalea. Untuk musisi mancanegara, ada Chagall dari Belanda, kemudian ada Rouge dari Perancis.






KOMENTAR
0