Tur Memburu Gerhana

Tuesday, 14 July 15 Venue

Gerhana matahari belum banyak dimanfaatkan para insan pariwisata Tanah Air. Padahal, pangsa pasarnya terbilang lumayan. Kalangan ilmuwan, komunitas, fotografer, atau bahkan sekte pemuja matahari banyak yang tertarik untuk menikmati fenomena alam ini. Perjalanan memburu gerhana matahari ini pun bernilai tinggi, kurang lebih dijual sekitar US$5.000 per orang. 

Salah satu pemain senior di bisnis ini ialah Eclipse Tours, perusahaan asal Amerika yang berdiri sejak tahun 1980-an. Biro perjalanan ini juga telah beberapa kali menjual paket tur perburuan gerhana di Indonesia, salah satunya pada tahun 1983. Eclipse Tours mungkin satu dari beberapa biro perjalanan dunia yang berhasil dibujuk Joop Ave (Alm.) pada 1983. Ketika itu, dia sedang memanfaatkan fenomena gerhana matahari total (GMT) dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan plus mempromosikan pariwisata Indonesia ke kancah global.    

Sayangnya, program yang diusung oleh Joop Ave tak berjalan maksimal. Menjelang GMT 1983, pemerintah menerbitkan imbauan untuk tidak menyaksikan GMT dengan mata telanjang karena terpengaruh rumor bahwa itu dapat mengakibatkan kebutaan. Imbauan itu memang berlebihan, meskipun menyaksikan GMT secara langsung memang dapat menyebabkan solar retinopathy, atau kerusakan pada mata karena retina kebanjiran cahaya matahari.       

Tiga dekade kemudian, gagasan untuk menjual GMT sebagai daya tarik pariwisata kembali didengungkan oleh PATA Indonesia Chapter. “Kami terinspirasi dari yang dilakukan oleh Joop Ave pada 1983: mendatangkan turis dengan mempromosikan fenomena GMT. Ini pasti akan menarik karena ini merupakan fenomena langka yang hanya terjadi sekali dalam 40 tahun,” ujar Poernomo Siswoprasetijo, CEO PATA Indonesia Chapter.

BACA JUGA:   Tren Event di Mal

Menurut Mahasena Putra, Dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), fenomena matahari, bulan, dan bumi yang berada di satu garis lurus itu diperkirakan akan terjadi pada 6 Maret 2016. Ketika itu, beberapa wilayah di Nusantara akan masuk dalam bagian umbra atau bayangan inti sehingga proses tertutupnya matahari oleh bulan itu akan terlihat sempurna. Beberapa wilayah, seperti Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Palu, Palangkaraya, Balikpapan, dan Ternate, ditengarai menjadi tempat terbaik untuk menyaksikan GMT.

Di antara beberapa wilayah itu, Kota Palu menjadi sorotan utama para ahli astronomi karena memiliki durasi GMT terlama, sekitar 2 menit dan 50 detik. “Wilayah ini juga minim awan sehingga GMT akan terlihat lebih jelas,” kata Mahasena.

Paket Tur GMT

Minat wisatawan untuk menyaksikan GMT di wilayah Indonesia terlihat dari larisnya paket Solar Eclipse Tour 2016 (Indonesia) yang ditawarkan oleh Eclipse Tours. Pemesanan paket tur melalui situs eclipsetours.com bahkan telah habis terjual setahun sebelum tur dimulai.

Dalam program tur berdurasi sebelas hari itu, Eclipses Tour tidak hanya menjual Ternate sebagai destinasi untuk menyaksikan GMT. Berdasarkan agenda perjalanan yang tertera di situsnya, para turis akan dibawa menuju Tanjung Lesung, kemudian berlayar menuju Anak Gunung Krakatau.

Hari berikutnya, mereka akan terbang ke Yogyakarta untuk mengunjungi Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan pelesiran ke Desa Wisata Kaliurang yang terletak di kaki Gunung Merapi. Dari Yogyakarta, peserta tur kemudian terbang ke Bali untuk bermalam di tepian Danau Batur dan mendaki pucuk Batur pada keesokan harinya. Selain itu, di Pulau Dewata mereka juga diajak menyaksikan upacara Melasti yang diselenggarakan pada tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi.

BACA JUGA:   Menangkap Pasar Virtual dan Hybrid Event

Usai berwisata di Bali, barulah mereka bertolak ke Ternate untuk menyaksikan sajian utama paket tur, gerhana matahari yang diperkirakan akan mulai berlangsung pada 07.30-10.20 WIT (6 Maret 2016). Adapun gerhana matahari total (sempurna) di Ternate akan berlangsung selama 2 menit dan 40 detik, pada pukul 08.53 WIT.

Selain Eclipse Tours, biro perjalanan asing yang menjual GMT sebagai produk wisata ialah Travel Quest. Kali ini tanda kebesaran Tuhan itu ditawarkan untuk dinikmati dari atas kapal pesiar. Untuk menikmati petualangan berburu GMT itu, Travel Quest menawarkan harga mulai dari US$7.000 hingga US$21.000.

Berdurasi sekitar 12 hari, perjalanan kapal pesiar dimulai dari Darwin (Australia) kemudian berlayar ke Banda Neira. Ketika GMT berlangsung, posisi kapal pesiar direncanakan akan ada di sekitar perairan Ternate. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan menuju Manado, Sandakan (Malaysia), kemudian berakhir di Kota Kinabalu. Selain menawarkan paket wisata GMT dari atas kapal pesiar, Travel Quest juga menjual paket wisata “Bali New Year & Total Solar Eclipse” (1-10 Maret 2016).

Menurut Aram Kaprielian, Presiden Travel Quest International, paket wisata GMT sangat populer di Amerika serikat. “Ini sangat populer. Kami mengharapkan ada 200 orang yang membeli paket tur GMT di Indonesia pada 2016,” kata Kaprielian.

BACA JUGA:   Kepulauan Anambas Siap Menyambut Investor Pariwisata

Tidak hanya di Indonesia, Travel Quest juga menawarkan paket wisata GMT di belahan dunia lainnya. Pada tahun ini misalnya, perburuan GMT dilakukan Travel Quest dari dalam pesawat jet yang terbang di ketinggian 11.000 meter dari permukaan laut. Jerman menjadi destinasi yang dipilih oleh Travel Quest untuk menyaksikannya.

Bila pemain asing begitu bersemangat menjual Indonesia sebagai destinasi untuk menyaksikan GMT, tidak begitu dengan biro perjalanan lokal. Berdasarkan pemantauan Rudiana dari ASITA Jakarta, saat ini belum ada biro perjalanan lokal yang menawarkan paket berburu GMT. Boleh jadi itu karena atraksi wisata ini terbilang niche market.  “Pasar yang dapat ditarik untuk wisata ini ada dua: ilmuwan dan komunitas. Turis lokal belum menunjukkan minat untuk berwisata ke sana,” kata Rudiana.

Meski demikian, PATA Indonesia Chapter tidak menyerah. Di bawah komando Poernomo, PATA Indonesia Chapter terus melakukan sosialisasi kepada insan pariwisata agar memanfaatkan fenomena alam ini guna meningkatkan kunjungan turis dan mendongkrak pamor Indonesia sebagai destinasi wisata dunia.

“Kami melakukan seminar dan mengajak pemda untuk memanfaatkan momentum GMT 2016. Kami menyarankan untuk mulai melakukan penyambutan GMT mulai dari sekarang, misalnya dengan membuat festival budaya,” kata Poernomo.

Penulis: Hanifah Mutiara Sylva