Salah satu yang paling penting dan perlu diperhatikan dalam penggunaan media sosial adalah aspek keamanan yang nantinya juga menentukan masa depan. Menurut Dhoqi Dofiri, Founder Dolovis, siapa pun orangnya kalau sudah beraktivitas di dunia maya, baik orang itu sadar atau tidak pasti meninggalkan jejak digital atau yang disebut dengan digital footprint.
“Jejak digital dapat mengungkit kembali tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu,” kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Kamis (11/11/2021).
Semua itu, kata dia, karena aktivitas dilakukan secara daring yang membuat semua jejak digital dapat dianalisis dan dilacak setelah itu digunakan untuk menggambarkan profil dan perilaku yang sebenarnya. “Kalau jejak digitalnya baik maka hal itu tidak terlalu berisiko sebaliknya jika jejak digitalnya sangat buruk maka hal itu akan merugikan diri sendiri,” ujar Dhoqi.
Dia mengatakan, semua orang yang memiliki media sosial dan beraktivitas di dunia maya wajib memikirkan dengan baik apa yang harus di-posting, di-share, di-like di internet untuk mengantisipasi penyalahgunaan jejak digital di kemudian hari. “Karena banyak sekali orang yang diserang dengan mengambil jejak digitalnya sehingga dapat merugikan orang itu dan bahkan merugikan pada banyak orang,” kata dia.
Menurutnya, banyak orang yang sering meremehkan jejak digital saat ini, salah satunya adalah pemuda-pemudi pada zaman sekarang, mulai dari posting gambar dan video yang tidak sopan dan lain sebagainya.
“Mereka banyak yang tidak memikirkan masa depannya, seandainya mempunyai masa depan yang cerah seperti menjadi publik figur mulai dari artis, pejabat negara, semua itu sangat mungkin terjadi bagi anak muda pada zaman sekarang karena mereka penerus dari semua itu,” ujar Dhoqi.
Jika tidak pandai dalam menjaga jejak digitalnya, kata dia, maka itu akan menjadi hal yang sangat berisiko untuk masa depannya. Apalagi menjadi publik figur yang memang banyak orang yang ingin menjatuhkannya mulai dengan cara mengungkit masa lalunya dan itu bisa dilacak dari akun media sosialnya. “Maka dari itu butuh antisipasi dari sekarang untuk menjaga hal yang tidak diinginkan.”
Dhoqi menuturkan, pada zaman sekarang jejak digital ibarat bom yang sudah siap meledak kapan saja. Pihak-pihak tertentu dapat memanfaatkan bom itu untuk menargetkan pemilik jejak digital itu. Apabila pemilik dari jejak digital mempunyai nilai buruk maka dapat merugikannya.
“Sekarang semua serba digital dan semua dapat diakses dan dilacak dari jarak jauh, maka zaman sekarang harus hati-hati dalam bermedia sosial,” ujarnya.
Jejak digital sangat berpotensi untuk dilihat, disalin, dicuri dan dapat dipublikasikan oleh berbagai pihak untuk meraup keuntungan seperti kasus pencurian data dari Facebook oleh konsultan politik Cambridge Analytica dari Inggris data tersebut dianalisis dan kemudian digunakan untuk mengarahkan pemilih Donald Trump.
Tidak hanya itu, seperti jejak yang ditinggalkan di internet juga dijadikan bahan pertimbangan oleh pemberi kerja. Seperti kasus di Amerika serikat lebih dari 60 persen manajer urung memperkerjakan orang karena menemukan hal yang tak patut dalam rekam jejak mereka di internet dan itu sudah banyak diterapkan oleh perusahaan dan instansi di Indonesia.
“Banyak sekali perusahaan mencoba mengevaluasi keberadaan media sosialnya untuk mengetahui dan memastikan benar-benar calon kandidat yang potensial,” ujar dia.
Oleh karena itu, kata Dhoqi, kita harus hati-hati dan lebih bijak dalam menggunakan internet. “Pemerintah harus sadar dengan keadaan ini selain itu masyarakat harus dapat mendorong pemerintah untuk membuat undang-undang peraturan data pribadi agar tidak salah digunakan.”
Dia menambahkan, “kalau ada orang yang dulunya masih khilaf maka sekarang masih punya kesempatan untuk mengurangi risiko tersebut dengan menghapus semua interaksi yang ada di media sosial mulai dari chat room, komentar, like, dan lain sebagainya,” kata Dhoqi.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0