Media sosial (medsos) dapat berdampak pada kualitas hidup masyarakat. Kualitas hidup merupakan kualitas yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari mencakup aspek sosial, emosi, dan fisik.
“Kualitas hidup setiap orang tentu saja berbeda satu sama lainnya, hal ini juga dapat diakibatkan karena setiap orang memiliki cara tersendiri dalam memanfaatkan waktunya,” kata Lisa Zheng, Co-Founder dan CEO PT SML One Indonesia & Entrepreneur, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (11/10/2021).
Di era digital, kata dia, banyak masyarakat yang memanfaatkan media sosial untuk mengisi waktu luang mereka. Media sosial menawarkan berbagai macam konten yang nantinya akan dipilih oleh masyarakat sesuai dengan minat, kesukaan, bahkan hobi mereka.
Menurut dia, mengakses media sosial saat ini bahkan sudah menjadi rutinitas sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Adanya media sosial dapat meningkatkan kualitas sosialisasi masyarakat. “Dengan media sosial, seseorang yang malas untuk berinteraksi dengan orang lain dapat mulai menjalin hubungan sosial dengan orang lain yang bahkan sebelumnya belum pernah bertemu ataupun berteman,” ujar Lisa.
Hubungan sosial ini, menurut dia, dapat terjalin karena tidak adanya batasan untuk berinteraksi dengan orang lain baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjalinnya pertemanan internasional karena memiliki kesukaan terhadap hal yang sama, saling berkenalan, dan berlanjut menjadi teman karena merasa komunikasi mereka tidak mengalami kendala serta saling terkoneksi dalam membicarakan suatu hal.
“Namun, dengan kemudahan bersosialisasi di media sosial juga dapat menurunkan kualitas sosialisasi masyarakat. Banyak dari masyarakat yang terlalu fokus dengan kegiatan sosialisasi di media sosial, hingga akhirnya melupakan untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar mereka,” tuturnya.
Media sosial, lanjut Lisa, sering kali menjadi tempat untuk meluapkan emosi masyarakat. Emosi yang disampaikan masyarakat dapat bersifat negatif maupun positif. Ketika akan mengutarakan emosi melalui media sosial, masyarakat perlu memahami konteks konten yang akan mereka unggah. Hal ini perlu diperhatikan, sebab di media sosial apa pun konten dapat menjadi rekam jejak di media sosial.
“Kita perlu memikirkan dampak yang akan terjadi jika kita mengunggah konten tersebut, apakah akan merugikan atau menguntungkan baik untuk diri sendiri maupun pihak lain. Sebagai contoh sebuah akun mengunggah komentar buruk pada postingan publik figur, karena tidak terima dengan hujatan tersebut kemudian sang publik figur memperkarakan kejadian tersebut,” ujar dia.
Menggunakan media sosial, menurut Lisa, juga dapat berdampak pada kualitas fisik pengguna. Terlalu banyak menghabiskan waktu bermain media sosial akan membuat kondisi fisik penggunanya menjadi tidak bugar. Kebiasaan yang sering dilakukan ketika bermain media sosial yaitu mengakses media sosial sambil tiduran.
“Karena terlalu asyik dan nyaman dengan posisi tersebut, pengguna media sosial akan malas untuk bergerak. Kemudian, ketika badan digerakkan maka badan akan terasa kaku atau bahkan sendi tulang berbunyi. Mata yang terlalu sering menatap layar laptop, tablet, maupun smartphone yang mengandung sinar biru dapat membuat kesehatan mata menjadi berkurang,” ujar dia.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0