Fenomena Kebocoran Data Pribadi

Friday, 03 September 21 Venue

Pembobolan data pribadi masih terus terjadi. Masyarakat kata Dr. Imroatul Azizah, Dosen UIN Sunan Ampel, mengeluhkan sistem keamanan yang lemah, sehingga banyak informasi mengenai identitas diri warga negara bocor atau dibocorkan pihak tidak bertanggung jawab.

“Masyarakat seperti sudah tidak berdaya menghadapi fenomena kebocoran data pribadi,” kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Kamis (2/9/2021).

Perasaan kesal dan kecewa, kata dia, sudah sering diungkap di ruang publik, namun masyarakat belum menemukan mekanisme untuk melaporkan hal tersebut dan tidak mengetahui darimana sumber kebocoran, siapa aktor yang bermain dan bagaimana mengatasi persoalan tersebut.

“Kita semua rasanya pernah merasakan tiba-tiba dihubungi oleh nomor handhone yang tidak dikenal, menawarkan sebuah produk, kartu kredit, pinjaman online, dan iming-iming hadiah yang tiba-tiba datang,” kata Imroatul. Dia melanjutkan, “Kita tidak mungkin lagi bertanya darimana yang bersangkutan mendapatkan nomor handphone, karena hal ini sudah terlalu sering terjadi.”

BACA JUGA:   Curhat di Medsos, Ini Dampak Negatifnya

Selanjutnya, Imroatul menambahkan, “sang pencuri” pun bisa dengan mudah mengeksploitasi data pribadi masyarakat untuk melakukan tindak penipuan dan bentuk kejahatan lainnya.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia meneliti, 92% dari responden menyatakan dengan mudahnya mereka memasukkan informasi data pribadi berupa nama ke aplikasi di internet, lalu 79% memberikan informasi tentang tempat dan tanggal lahir mereka, bahkan 65% memberikan alamat pribadi.

“Pada pertengahan tahun 2020 terjadi kebocoran 91 Juta data pengguna aplikasi Tokopedia. Kemudian pada waktu yang hampir bersamaan, juga terjadi kebocoran 13 Juta data pribadi pengguna di online marketplace lainnya, yaitu Bukalapak,” tutur dia.

Tidak hanya di sektor swasta, kasus kebocoran juga terjadi terhadap data pribadi yang dipegang oleh instansi pemerintah dan BUMN, seperti kebocoran data 230 Ribu data pasien Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pada 2020 dan 279 juta peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2021. Serta baru-baru ini juga terjadi kebocoran data nasabah BRI Live yang dijual secara online.

BACA JUGA:   Tips Agar Tidak Gaptek

Dia mengatakan, beberapa bentuk potensi pelanggaran privasi atas data pribadi secara online misalnya terjadi dalam kegiatan pengumpulan data pribadi secara massal (digital dossier), pemasaran langsung (direct selling), media sosial, pelaksanaan program e-KTP, dan kegiatan komputasi awan (cloud computing).

“Di era big data, pengumpulan data secara masif lazim dilakukan, tak hanya oleh pemerintah, namun juga oleh entitas bisnis atau korporasi,” ujar Imroatul.

Potensi kebocoran data pribadi dapat saja bersumber dari para oknum yang menyalahgunakan pelayanan di atas. “Penyalahgunaan data pribadi dapat dilakukan oknum tersebut melalui provider email, e-commerce, fintech, bisnis retail, perbankan, platform media sosial, dan bahkan bersumber dari lembaga tertentu yang memiliki kewenangan terkait data pribadi,” tuturnya.

BACA JUGA:   Waspadai Ragam Serangan Siber

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).