Perkembangan teknologi dan komunikasi dibuat resah karena munculnya isu-isu yang ternyata hanya kebohongan belaka (hoaks). Berita hoaks tidak akan jadi masalah kalau orang tidak mudah percaya dan menyebarkannya. Sayang, menurut Eunike Iona Saptanti, Pendidik, banyak sekali pengguna internet yang mudah terjebak hoaks.
“Sebuah hoaks atau kabar yang salah/bohong enggak hanya akan menghancurkan orang yang termakan (ataupun orang/pihak yang terfitnah), bahkan bisa menghancurkan suatu generasi, suatu persatuan maupun hingga menghancurkan generasi-generasi berikutnya, akibat penerusan informasi yang enggak tepat,” ujarnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Kamis (2/9/2021).
Dia mencontohkan, terdapat berita hoaks soal simbol palu arit di rupiah edisi baru. Mereka yang terjebak hoaks ini sebenarnya sudah punya keyakinan bahwa ada gerakan tertentu yang ingin membangkitkan komunisme di Indonesia.
“Ketika ada isu simbol palu arit di rupiah baru yang seolah membenarkan (mengkonfirmasi) keyakinan tersebut, mereka pun akan percaya begitu saja,” ujar Eunike.
Menurut dia, kita bisa mencegah jebakan berita-berita bohong yang disebarkan di Internet dengan cara yaitu:
- Baca dulu beritanya
Untuk menjebak pembaca, situs berita atau konten di media sosial sering memakai judul heboh dan memancing emosi. Padahal ketika dibaca isinya dari awal sampai akhir, beritanya tidak masuk akal atau mengada-ada. Selalu baca beritanya sampai habis, terutama soal isu-isu hangat yang ramai diperbincangkan. Selain itu, jangan sembarangan membagikan berita yang belum dibaca isinya.
- Cari tahu sumbernya
Biasakan untuk mencari tahu sumber dan asal beritanya. Kadang, penyebar isu bahkan berani mengarang nama sumber ahli atau lembaga tertentu supaya beritanya terdengar asli. Pastikan informasi yang didapatkan ada sumber resminya, misalnya dari badan pemerintah atau kantor berita terpercaya.
- Kenali ciri-ciri berita hoaks
Ciri hoaks yang pertama adalah isunya begitu menggemparkan dan memicu emosi tertentu, misalnya resah atau jengkel. Kedua, beritanya masih simpang siur. Belum ada sumber resmi yang angkat bicara atau mengonfirmasikan kebenarannya. Selain itu, biasanya tak ada penjelasan yang runut atau masuk akal. Anda mungkin hanya dapat informasi soal apa yang telah terjadi, bukan kronologi kejadian atau penyebab terjadinya suatu hal secara logis.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0