Banyak kasus yang terjadi di Indonesia terjerat oleh UU ITE pasal 27 ayat 1 yaitu memuat konten melanggar kesusilaan yaitu konten pornografi yang merupakan Penyebaran Pornografi. Hal itu dikatakan Erna Eriana, CEO Cleopatra Management, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (14/9/2021).
“Sering kita temui pula kasus akun yang mengganggu kenyamanan kita karena unggahan konten yang disebarkan, seperti menyebar konten pornografi, hoaks, dan ujaran kebencian,” kata dia. Menurutnya, dalam hal ini, diharapkan seluruh pihak turut berpartisipasi dengan melaporkan akun tersebut pada penyedia media sosial.
Erna mengatakan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan jika mendapati atau menjadi korban kekerasan seksual. Pertama adalah dokumentasikan hal-hal yang terjadi secara detail. Pantau situasi yang dihadapi, sebisa mungkin jangkau bantuan terdekat, lalu lapor dan blokir pelaku.
“Kemudian hal lain yang bisa kita lakukan selanjutnya adalah dengarkan curahan hati korban, tidak menyalahkan korban, berikan informasi dan dukungan terhadap korban yang baru saja mengalami hal tersebut,” ujar Erna.
Kekerasan seksual, kata dia, adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang.
“Sehingga menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender dan/atau sebab lainnya, yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik,” ujar dia.
Adapun jenis-jenis kekerasan seksual yakni pelecehan seksual, intimidasi seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, dan pemaksaan pelacuran. “Biasanya pelaku adalah orang-orang terdekat dengan korban seperti pacar, mantan pacar, suami atau mantan suami, kemudian disusul saudara, teman, orang asing dan lain-lainnya.”
Erna mengatakan, hal itu menjadikan kekerasan terhadap perempuan di dunia maya memodifikasi kekerasan terhadap perempuan dalam dunia nyata dan meluas bentuknya, dengan semakin berkembangnya teknologi internet.
“Hal yang harus dilakukan yakni membangun sistem dan mekanisme pengaduan untuk korban. Perlindungan bagi pelapor, layanan pemulihan untuk korban baik fisik dan psikis. Penanganan pelaku kekerasan seksual yang menimbulkan efek jera dan adanya sanksi dan hukuman yang setimpal,” ujar Erna.
Sementara itu, pelecehan seksual menurut dia, segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat, dan tindakan yang berkonotasi seksual.
“Media sosial seharusnya menjadi wadah efektif untuk berekspresi dan tempat bagi anak perempuan untuk menjadi dirinya sendiri. Sayangnya, medsos juga menjadi wadah bagi orang yang tidak bertanggungjawab untuk mempermalukan, mencemarkan nama baik seseorang, sampai melakukan pelecehan seksual,” kata Erna.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0