Menjaga Aset Bahasa

Friday, 05 November 21 Venue

Indonesia memiliki peraturan terkait bahasa, yaitu Undang-undang No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Aturan mengenai Bahasa itu, menurut Aef Saefullah, Penyuluh bahasa di Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, ada baiknya digunakan dengan baik, termasuk dalam membuat konten.

“Kemudian ada pasal 38 ayat 1 berbunyi Bahasa Indonesia itu wajib,” kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (03/11/2021). Kata wajib ini, kata Aef, digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum. “Termasuk dalam mengonten,” kata dia.

Aef mengatakan, meskipun tertuang dalam undang-undang, namun dia menanyakan apakah masyarakat sudah memenuhi kewajiban dalam membuat spanduk informasi. “Di sekitar kita masih banyak penggunaan yang menggunakan bahasa asing. Bukan tidak boleh, ada pada ayat 2 disebutkan penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat disertai bahasa daerah atau bahasa asing. Jadi, yang tidak baik itu atau yang melanggar yang hanya memuat bahasa asing atau daerah saja. Karena tidak semua orang mengerti,” tutur dia.

BACA JUGA:   Berlaku Etis Di Dunia Nyata Dan Dunia Maya

Menurut Aef, meskipun penggunaan Bahasa Indonesia diwajibkan, namun tidak ada hukuman bagi yang melanggar. “Berbeda dengan saat bendera lambang negara atau lagu kebangsaan. Padahal, bahasa Indonesia ini satu-satunya elemen yang disebutkan oleh para pemuda sebelum Indonesia lahir,” kata dia.

“Disebutkan bahwa bertumpah darah satu Tanah Air Indonesia, berbangsa satu Bangsa Indonesia, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia,” ujar dia menambahkan.

Aef menuturkan, dari ketiga hal itu telah terjadi banyak goncangan. Tanah Air misalnya, terdapat wilayah yang terpisah dari Negara Kedaulatan Republik Indonesia (NKRI). Bangsa juga begitu banyak yang menggoyang dari kasus rasis, SARA itu urusan kebangsaan. Tetapi dalam urusan bahasa. Aef menilai, sejauh ini tidak ada yang menolak atau menentang dalam penggunaan Bahasa Indonesia. “Maka dari itu sepertinya kita harus menjaga aset penting ini,” kata dia.

Aef mengatakan, terdapat cara agar bisa tampil lebih profesional dengan penggunaan bahasa. Yaitu dengan mengacu kepada Peraturan Presiden No. 63 tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. “Isinya, penggunaan bahasa Indonesia itu harus memenuhi kriteria bahasa yang baik dan benar,” ujarnya.

BACA JUGA:   Dompet Digital Bikin Boros, Ini Antisipasinya

Menurutnya, bahasa baik dan benar itu tidak selalu mengenai bahasa yang formal. Namun bahasa yang baik itu adalah sesuai dengan konteks berbahasa dan selaras dengan nilai sosial masyarakat. “Kita berbicara dengan siapa, menyampaikan pesan sesuatu kepada orang lain. Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia misalnya tata bahasa, ejaan, dan pembentukan istilah,” kata Aef.

“Jadi, marilah kita mengkonsumsi secara cantik bukan hanya sekadar konten yang menarik tetapi juga caption dengan kata-kata yang menggunakan bahasa benar dan baik,” ujar Aef. Menurutnya, dimulai dari diksi atau pilihan kata, pemakaian kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan suatu gagasan. Hal ini untuk ketepatan mencegah ambigu atau persepsi dengan arti lain. Alasan lain untuk memilih pilihan kata itu agar tidak membosankan.

Aef mencontohkan, misalnya, ‘Pembangunan rusun itu mulai dibangun awal Mei tahun ini’, hal ini, kata dia, seperti membosankan karena ada pengulangan kata bangun. “Kita ubah menjadi ‘Pembangunan rusun itu mulai dilakukan awal Mei tahun ini’.”

BACA JUGA:   Kekerasan Berbasis Gender Online di Ranah Daring

Kemudian, lanjut dia, dalam pemilihan kata harus tepat penggunaanya. Misalnya kata tiap-tiap atau setiap dan masing-masing. Kata tiap-tiap itu, kata Aef, digunakan di awal kalimat. Misalnya, ‘Tiap-tiap pemenang akan mendapatkan hadiah senilai 1 juta’. Sedangkan masing-masing digunakan di akhir kalimat seperti ‘Pesanan akan diantar ke kamar masing-masing’.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).