Sertifikat kompetensi bidang MICE itu penting. Sertifikatnya saja bisa cari cuan sendiri, apalagi si pemegang sertifikat.
Mau tak mau, tenaga profesional MICE memang harus mengantongi sertifikasi. Layaknya surat izin mengemudi, sertifikasi itu menjadi bukti bahwa seseorang itu benar memiliki kompetensi di bidang MICE. Salah satu tujuannya tentu untuk melindungi konsumen, yaitu para pengguna jasa MICE organizer.
Badan yang bertugas menguji kompetensi para pelaku MICE itu Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang merupakan kepanjangan tangan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Di bidang MICE, LSP pertama dibentuk pada 2007. Salah satu sosok yang turut membidaninya itu adalah Christina L Rudatin, dari Politeknik Negeri Jakarta.
“Jadi awalnya Indonesia membuat SKKNI pada 2007, itu saya susun bersama dengan industri,” kata Christina.
Awalnya, gagasan sertifikasi untuk para profesional di bidang MICE memang sempat menuai pro kontra. Namun, para pelaku MICE pun menyadari pentingnya sertifikasi. Terlebih ketika terbit aturan bahwa setiap perusahaan MICE yang mengikuti kegiatan tender di lembaga pemerintahan diwajibkan memiliki tenaga profesional bersertifikasi.
Untuk sertifikasi bidang MICE, saat ini terbagi dalam tujuh klaster, yaitu Registration, Liaison Officer, Venue Management, Destination Bidding, Logistic, Stand Building, dan Marketing Communication. “Setiap klaster itu ada beberapa kompetensi yang harus dikuasai. Misalnya. untuk Logistic, ada kompetensi manajemen proyek, K3, negosiasi dengan venue, loading and unloading,” kata Adjat Sudrajat, Ketua LSP MICE.
Meskipun namanya LSP MICE, tapi belum semua unsur MICE (meeting, incentive, convention, exhibition). SKKNI untuk incentive trip misalnya, itu belum terakomodasi. “Incentive belum terjamah. Sudah cari ke Australia, tapi belum ketemu juga,” katanya.
Menurut Adjat, saat ini ada ribuan profesional MICE yang telah uji kompetensi di tempat, rerata setiap tahunnya sekitar 600 – 1.000 orang. Di antaranya ada yang baru ikut tes, dan banyak juga yang memperpanjang masa sertifikat uji kompetensi untuk 3 tahun berikutnya.
Untuk biaya sertifikat kompetensi bidang MICE, setiap peserta dikenakan harga mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp3 juta, tergantung klaster dan jumlah kompetensi yang diuji. Adjat menjelaskan, hampir semua peserta uji kompetensi dilakukan secara mandiri, bukan difasilitasi oleh institusi pemerintahan.
“Meskipun yang ikut peserta mandiri, biayanya kebanyakan ditanggung oleh perusahaan. Misalnya Pacto 40 orang, Melali 30 orang. Tapi sekarang sudah ada yang mulai bayar dari kantong peserta sendiri,” kata Adjat.
Pentingnya sertifikat kompetensi di tengah keterbatasan tenaga profesional bidang MICE, banyak organizer yang mengakalinya dengan menyewa atau meminjam sertifikat ketika akan mengikuti kegiatan tender.
“Kalau saya perjanjian bukan pinjem. Tapi saya sebagai tenaga ahlinya. Jadi kalau pembuktian saya datang, di lapangan saya turun,” kata Adjat.
Sementara itu, Adjat menjelaskan, skema uji kompetensi berdasarkan klaster ini ditengarai akan diubah berdasarkan level jabatan. Misalnya,untuk level jabatan staff, supervisor, koordinator, dan team leader itu ada minimum kompetensi yang harus dimiliki.
KOMENTAR
0