Jakarta telah dibekali dengan sarana dan prasarana penunjang kegiatan MICE berskala dunia. Perihal gedung konvensi dan pameran, di pusat kota terdapat Jakarta Convention Center (JCC) yang berluas lebih dari 24.000 meter persegi (indoor).
Setiap tahunnya lebih dari 100 acara berlangsung di JCC. “Tahun ini pertumbuhannya sekitar 7 persen dibandingkan tahun lalu. Beberapa pameran baru (internasional) juga ada pada tahun ini,” kata Andreas Runkat, Director of Convention Services JCC.
Fasilitas yang dimiliki JCC pun berstandar internasional. Bahkan venue yang dibangun pada 1992 – sebagai tempat penyelenggaran KTT Gerakan Non Blok – ini juga dilengkapi dengan dapur seluas 1.500 meter persegi yang mampu memenuhi kebutuhan makan dan minum 10.000 peserta konferensi. JCC pun telah mengantongi ISO 22000 Certification (Food Safety Management Systems).
Ibu Kota negara juga memiliki Jakarta International Expo (JIExpo) seluas kurang lebih 100.000 meter persegi . Venue terbesar di Jakarta ini mengoleksi lebih dari 200 event setiap tahunnya.
“Dari 65 persen okupansi di JIExpo, acara pameran memang lebih dominan. Itu juga berlaku umum untuk Jakarta, acara konferensi di Jakarta sekitar 20 persen, dan 80 persen lainnya acara pameran,” kata Ralph Scheumann, Marketing Director JIExpo.
Selain dua venue akbar itu, kegiatan business event berskala medium kerap berlangsung di hotel-hotel berbintang di Jakarta. Total jumlah kamar hotel berbintang 3,4, dan 5 yang dikoleksi Jakarta juga terbilang lumayan, mencapai lebih 41.477 kamar (data Colliers Internasional).
Terkait dengan aksesibilitas, Bandara Internasional Soekarno Hatta, sebagai gerbang utama masuk ke Jakarta, terkoneksi dengan puluhan kota di wilayah nusantara dan dunia. Berdasarkan data BPS, tahun lalu, jumlah wisman yang masuk melalui pintu berjumlah 2,814,586.
Menurut Edy Junaedi, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, rerata setiap bulannya Jakarta dikunjungi lebih dari 200 ribu wisman. “Jika dirunut lagi, dari 200 ribuan per bulan itu, ditengarai sekitar 70 persen datang untuk MICE,” katanya.
Sementara itu, atraksi wisata yang dimiliki oleh Jakarta pun terbilang lengkap. Dari tempat hiburan dan rekreasi, kuliner, hingga wisata budaya. Sejatinya itu semua dapat menjadi bekal bagi Jakarta untuk mewujudkan impiannya menjadi destinasi MICE berskala internasional.
Meskipun unggul dalam sarana dan prasarana penunjang aktivitas MICE, namun popularitas Jakarta sebagai destinasi MICE masih jauh tertinggal jika disandingkan dengan kota besar di negara tetangga, semisal Bangkok, Singapura, dan Kuala Lumpur.
Bahkan bila mengacu pada pemeringkatan yang dilakukan International Congress dan Convention Association (ICCA) tahun 2017, Jakarta berada diurutan 206 dengan 13 meetting internasional. Bahkan, kegiatan meeting internasional yang berlangsung di Yogyakarta dan Bali lebih besar daripada Jakarta. Berdasarkan laporan itu, Yogyakarta berada pada urutan 177 dengan 15 meeting, dan Bali berada diurutan 62 dengan 40 meeting internasional.
Menurut, Hasiyanna S. Ashadi, Ketua Asita Jakarta, rendahnya minat asosiasi internasional untuk menggelar acaranya di Jakarta terkait erat dengan berkurangnya aktivitas promosi beberapa tahun terakhir, ketika Ahok menjabat sebagai Gubernur. “Kita tiga bulan tidak promosi, kunjungan turis langsung turun,” kata Hasiyanna.
Lebih lanjut, untuk mempopulerkan Jakarta sebagai destinasi MICE maupun leisure, tak cukup dengan membangun awareness melalui internet. “Tidak bisa hanya beriklan kemudian tamu langsung datang. harus presentasi, harus bidding,” katanya. “Jadi Pemda DKI Jakarta harus proaktif membantu asosiasi bidding untuk membawa event internasional ke Jakarta.”
Hal senada juga diutarakan Iqbal Alan Abdullah, Ketua Umum Indonesia Congress and Convention Association (INCCA). Ia kemudian mencontohkan Singapura yang berani membawa Formula 1 ke negaranya.
“Mereka berani bayar mahal karena turunan ekonominya bagus. Hotel penuh, maskapai penuh, promosinya juga bagus untuk kota. Jadi penting pemda untuk aktif membawa event internasional ke Jakarta,” katanya.
Selain memfasilitasi bidding, Pemda selayaknya juga memberikan insentif kepada pelaku yang berhasil membawa acaranya ke Jakarta. Rupa insentif itu dapat dicontoh dari insentif yang diberikan pemerintah kota di negara lain yang memberikan souvenir, dana segar, hingga keringan pajak.
Menurut Salman Dianda Anwar, Ketua Jakarta Tourims Forum (JTF), Pemda diharapkan dapat memberikan kebijakan yang berpihak pada industri. “Selain memberikan insentif berupa keringan pajak dan membantu promosi, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk menggunakan sarana prasarana milik Pemda,” katanya.
Impian Jakarta untuk menjadi kutub MICE dunia untuk mendatangkan lebih banyak wisman bukan tanpa alasan. Berdasarkan data World Bank 2018, sektor pariwisata berkontribusi 10,40 persen terhadap PDB nasional, tertinggi di kawasan ASEAN.
KOMENTAR
0