Kalimantan Tengah Siapkan Destinasi Wisata Baru Pendukung Tanjung Puting

Tuesday, 05 December 17 Harry
Bukit Bolau Tanjung Puting
Pemandangan pagi dari puncak Bukit Bolau, Desa Tapin Bini, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.

Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau, Dinas Pariwisata Kotawaringin Barat, Swisscontact WISATA, beserta para pemangku kepentingan lokal menggelar Tanjung Puting Familiarization Trip 2017 pada 25-30 November 2017. Melibatkan para operator tur dan awak media lokal dan internasional, trip ini bertujuan untuk memperkenalkan beberapa obyek wisata baru sebagai penunjang Taman Nasional Tanjung Puting, khususnya melalui program Desa Wisata Berbasis Masyarakat.

Taman Nasional Tanjung Putting yang mencakup tiga kabupaten, yakni Kotawaringin Barat, Lamandau dan Seruyan, merupakan rumah bagi sekitar 6.000 orangutan (terbesar dari total populasi orangutan yang tersisa di dunia) dan juga Proboscis Monkey atau bekantan. Karena keunikannya faunanya, area hutan hujan tropis seluas 415.000 hektare ini selalu menjadi tujuan utama wisatawan lokal dan mancanegara yang mengunjungi provinsi Kalimantan Tengah.

Hingga Oktober 2017, tercatat 19.000 wisatawan telah mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting pada tahun ini. Ini merupakan sebuah rekor baru bagi destinasi yang sempat mengalami penurunan kunjungan drastis pada 2015 silam karena kebakaran hutan yang menghanguskan tak kurang dari 100.000 hektare hutan hujan.

BACA JUGA:   LEGOLAND Malaysia Hadirkan Atraksi Baru yang Lebih Berbudaya

Kendati mengalami peningkatan signifikan, Ir. Helmi, Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Putting, menggarisbawahi pentingnya diversifikasi obyek wisata Taman Nasional Tanjung Puting untuk menjaga kondisi psikologis orangutan, sekaligus meningkatkan durasi kunjungan wisatawan pada 2018.

“Saat ini konsentrasi wisatawan terpusat di Sungai Sekonyer, khususnya Camp Leakey. Untuk itu, kami mengajak para tur operator untuk mengoptimalkan potensi atraksi wisata lain di luar taman nasional, seperti penangkaran penyu di Tanjung Keluang dan desa-desa wisata di Kabupaten Lamandau,” ujar Helmi.

Desa Lopus

Lopus merupakan Desa Wisata di Kecamatan Delang, berjarak sekitar 2 jam perjalanan darat dari kota Pangkalan Bun, yang tengah dikembangkan Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau. Desa berpenduduk sekitar 800 orang ini memiliki Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) beranggotakan para muda-mudi desa yang selalu aktif mengembangkan potensi obyek wisata setempat untuk ditawarkan pada operator tur lokal sejak awal 2017.

Setiap pengunjung desa akan disambut oleh upacara adat Dayak: Potong Garung Pantan. Dalam upacara ini, turis akan diminta untuk memotong batang bambu menggunakan Mandau (golok tradisional Dayak) dan meminum arak dari dalam tanduk kerbau.

BACA JUGA:   Berburu Oleh-Oleh Khas Bali Di Tiga Pasar Seni Ini

Wisata alam menjadi andalan utama Lopus. Wisatawan dapat menikmati river tubing, rafting, trekking menuju Silikan Garung (jarak jauh) atau Silikan Todung (jarak menengah), atau sekadar memancing dan berenang di aliran jernih Sungai Delang.

Sebagai langkah nyata, beberapa rumah warga Desa Lopus kini telah disulap menjadi homestay. Dengan demikian, turis bisa lebih merasakan hidup sebagai suku Dayak, membaur dengan masyarakat setempat, dan tentunya menikmati sajian kuliner khas, seperti Tabiku, yaitu beras ketan gurih yang dimasak dalam bungkus tanaman kantung semar.

Bukit Bolau, Tapin Bini

Hutan adat yang sangat dijaga oleh masyarakat Desa Tapin Bini ini merupakan obyek wisata yang tidak boleh dilewatkan para pencinta wisata alam. Berdiri tegak di sisi utara desa, Bukit Bolau yang kini dikenal sebagai Negeri Di Atas Awan menawarkan pemandangan menakjubkan, khususnya pada saat matahari terbit hingga pukul 9 pagi.

BACA JUGA:   Mengenal Lebih Dekat Desa Wisata Indonesia di Ajang UNWTO Best Tourism Villages 2021

Untuk mencapai Bukit Bolau, wisatawan harus menyeberangi Sungai Lamandau dengan perahu karet, tentunya dengan panduan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat. “Kami sudah punya paket sendiri. Itu meliputi, trekking, rafting, adat budaya, homestay, termasuk penyambutan Garung Pantan itu,” ujar Indra Yudi, Ketua Pokdarwis Tapin Bini.

Sebuah rumah penduduk di kaki bukit bisa menjadi tempat kemping sebelum melakukan night-trekking menuju puncak bukit. Di sini turis dapat belajar memasak tradisional menggunakan bambu dan api unggun, memancing dengan metode tradisional, dan berburu menggunakan senjata tiup tradisional: supit.

Untuk sensasi lebih, turis bisa mengunjungi Bukit Bolau pada bulan Januari, saat warga setempat berbondong-bondong trekking ke puncak bukit untuk menggelar syukuran hasil panen.