Semakin masifnya penyebaran virus Corona membuat beberapa negara di dunia melakukan lockdown. Penerapan aturan tersebut diharapkan dapat memperkecil penyebaran virus Corona. Dengan begitu, pandemi COVID-19 dapat segera teratasi sehingga seluruh industri yang terdampak dapat pulih kembali.
Salah satu industri yang terdampak akibat COVID-19 ialah pariwisata. Banyak sektor di dalamnya yang harus menghentikan operasionalnya sementara karena tidak ada pemasukan selama pandemi ini berlangsung. Oleh karenanya, dengan adanya aturan lockdown ini dapat mempercepat pemulihan industri pariwisata di dunia.
Kendati tidak ada yang tahu kapan COVID-19 ini akan berakhir, Founder & Chairman MarkPlus Tourism Hermawan Kartajaya mengajak seluruh pelaku industri pariwisata untuk berkemas menyiapkan langkah dan strategi terbaiknya untuk menyambut kembali wisatawan yang datang.
“Kita semua di industri pariwisata ini harus punya base untuk menghadapi berbagai kasus. Setelah nanti Corona berakhir, akan banyak traveler yang datang kembali. Tapi, akan ada new tourism behavior yang dibawa oleh mereka,” jelas Hermawan.
Dalam hal ini, MarkPlus Tourism menjelaskan perubahan perilaku atau behavior apa saja yang akan dimunculkan oleh wisatawan. Mochamad Nalendra, Executive Director MarkPlus Tourism, mengungkapkan behavior wisatawan akan dibagi atas tiga skenario, terutama setelah fase outbreak atau menyebarnya COVID-19.
Skenario pertama disebut dengan skenario A (New Normal). Skenario ini muncul ketika penambahan kasus baru berkurang karena sistem mitigasi sudah berjalan efektif di banyak negara walau vaksin belum ditemukan. Ini menyebabkan turis masih merasa berisiko untuk berwisata ke tempat jauh sehingga perjalanan pun sifatnya domestik atau terbatas dalam kota alias staycation.
Seperti yang diperlihatkan perusahaan booking engine Sojern pada Maret 2019 dan 2020. Perusahaan tersebut mencatat, pada tahun 2020 warga Singapura yang mencari referensi hotel untuk staycation memiliki jumlah dua kali lipat dibanding 2019. Angka tersebut akan terus bertambah jika penyebaran virus Corona masih terus masif di beberapa negara.
“Ditambah dengan kekhawatiran yang terjadi akibat gelombang kedua COVID-19 di negara China. Dengan begitu, dapat dipastikan akan masih ada penambahan jumlah kasus di negara tersebut,” ujar Nalendra.
Dari skenario pertama ini, Nalendra menyebutkan, hanya generasi Y dan Z saja yang mau mengambil risiko untuk berwisata. Sementara itu, generasi X dan baby boomers lebih memilih untuk berwisata di dalam negeri atau hanya sebatas staycation.
Semakin masifnya penyebaran virus Corona membuat beberapa negara di dunia melakukan lockdown. Penerapan aturan tersebut diharapkan dapat memperkecil penyebaran virus Corona. Dengan begitu, pandemi COVID-19 dapat segera teratasi sehingga seluruh industri yang terdampak dapat pulih kembali.
Salah satu industri yang terdampak akibat COVID-19 ialah pariwisata. Banyak sektor di dalamnya yang harus menghentikan operasionalnya sementara karena tidak ada pemasukan selama pandemi ini berlangsung. Oleh karenanya, dengan adanya aturan lockdown ini dapat mempercepat pemulihan industri pariwisata di dunia.
Kendati tidak ada yang tahu kapan COVID-19 ini akan berakhir, Founder & Chairman MarkPlus Tourism Hermawan Kartajaya mengajak seluruh pelaku industri pariwisata untuk berkemas menyiapkan langkah dan strategi terbaiknya untuk menyambut kembali wisatawan yang datang.
“Kita semua di industri pariwisata ini harus punya base untuk menghadapi berbagai kasus. Setelah nanti Corona berakhir, akan banyak traveler yang datang kembali. Tapi, akan ada new tourism behavior yang dibawa oleh mereka,” jelas Hermawan.
Dalam hal ini, MarkPlus Tourism menjelaskan perubahan perilaku atau behavior apa saja yang akan dimunculkan oleh wisatawan. Mochamad Nalendra, Executive Director MarkPlus Tourism, mengungkapkan behavior wisatawan akan dibagi atas tiga skenario, terutama setelah fase outbreak atau menyebarnya COVID-19.
Skenario pertama disebut dengan skenario A (New Normal). Skenario ini muncul ketika penambahan kasus baru berkurang karena sistem mitigasi sudah berjalan efektif di banyak negara walau vaksin belum ditemukan. Ini menyebabkan turis masih merasa berisiko untuk berwisata ke tempat jauh sehingga perjalanan pun sifatnya domestik atau terbatas dalam kota alias staycation.
Seperti yang diperlihatkan perusahaan booking engine Sojern pada Maret 2019 dan 2020. Perusahaan tersebut mencatat, pada tahun 2020 warga Singapura yang mencari referensi hotel untuk staycation memiliki jumlah dua kali lipat dibanding 2019. Angka tersebut akan terus bertambah jika penyebaran virus Corona masih terus masif di beberapa negara.
“Ditambah dengan kekhawatiran yang terjadi akibat gelombang kedua COVID-19 di negara China. Dengan begitu, dapat dipastikan akan masih ada penambahan jumlah kasus di negara tersebut,” ujar Nalendra.
Dari skenario pertama ini, Nalendra menyebutkan, hanya generasi Y dan Z saja yang mau mengambil risiko untuk berwisata. Sementara itu, generasi X dan baby boomers lebih memilih untuk berwisata di dalam negeri atau hanya sebatas staycation.
KOMENTAR
0