‘Caper’nya Penyebar Ujaran Kebencian di Medsos

Sunday, 01 August 21 Venue

Bagi sebagian orang, menggunakan media sosial (medsos) dapat membawa dampak negatif. Ada yang menjadi korban perisakan media sosial, namun ada pula yang justru sengaja memilih peran menjadi penyebar ujaran kebencian.

“Lebih parahnya, para pelaku menikmati ketika melakukan penghinaan, menyebar ujaran kebencian, mengintimidasi, dan membuat orang lain tidak nyaman,” ujar Aprilia Frinanda Setiawan, Key Opinion Leader dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Jumat (30/7/2021).

Pelaku ujaran kebencian di dunia maya, menurut Aprilia, memiliki empat kepribadian gelap: narsistik, machiavellian (manipulator impulsif), psikopat (dingin, tidak takut, dan antisosial), dan sadis.

Berdasarkan catatan kasus kejahatan siber dari Kepolisian Republik Indonesia, tindak pidana hate speech berupa kasus penghinaan yang terjadi pada 2017 mencapai 1.657 kasus. Jumlah kasus penghinaan tahun lalu mengalami kenaikan 73,14 persen dibandingkan kasus penghinaan yang terjadi pada 2016.

BACA JUGA:   Manfaat Internet di Bidang Pendidikan

Pelaku yang melakukan penghinaan, menyebar ujaran kebencian, atau berusaha menjatuhkan orang lain berusaha meningkatkan status diri. “Biasanya mereka sengaja memancing kemarahan, memicu perdebatan panas, dan berusaha mendapat dukungan dari orang lain. Pada intinya, mereka sedang mencari perhatian (caper),” ujarnya.

Seseorang yang masuk ke dunia maya, lanjut dia, bisa saja berlindung di balik akun anonim yang dibuatnya. Dengan ‘jati diri yang baru’ tersebut, ia meninggalkan norma dan identitas diri, kemudian bersikap seperti warganet yang lain.

“Sayangnya, seringkali perilaku warganet yang diadopsi adalah perbuatan tidak baik seperti menghina. Ia merasa nyaman melakukan tindakan yang salah karena hal tersebut dilakukan oleh orang lain di dunia maya,” ujar Aprilia. Fenomena caci maki di dunia maya ini, kata dia, akan semakin tumbuh subur jika terus ditanggapi.

BACA JUGA:   Pornografi dan ‘Dark Web’

“Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memutus kejadian ini antara lain dengan tidak menanggapi cacian karena pelaku penghinaan adalah orang narsis yang haus perhatian,” kata Aprilia. Kasus penghinaan di dunia maya biasanya dilakukan dengan sengaja dengan tujuan mengganggu orang lain. “Pelaku bisa saja memulai argumen, mengunggah pesan menyakitkan di blog, forum atau kolom komentar orang lain.”

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

BACA JUGA:   Komunitas Akademik Harus Tingkatkan Kompetensi Digital

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).