Kecakapan Digital Berbasis Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika

Saturday, 03 July 21 Venue
Wonderful Indonesia

Partisipasi dan kolaborasi aktif di dunia digital perlu menumbuhkembangkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara majemuk, multikultural, yang memiliki beragam bahasa daerah. Sementara, diketahui dari 274,9 juta jiwa, 170 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial atau 61,8% dari total populasi.

“Kita sadari Indonesia negara majemuk, multikultural, bahasa daerah beragam sekali ada 716, artinya ini adalah indikator kecakapan budaya digital. Kita harus menyadari bahwa kita di era digital, dan kecakapan digital berbasis Bhinneka Tunggal Ika perlu dipahami,” ujar Novianto Puji Raharjo, Ketua Relawan TIK Jawa Timur & Dekan Fakultas Dakwah IAI Dalwa dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Kamis (1/7/2021).

Nilai pancasila, kata dia, seperti sila pertama mengenai cinta kasih, sila kedua kesetaraan, sila ketiga harmoni, serta sila kelima demokratis dan gotong royong. Di ruang digital, kecakapan budaya telah difilter oleh algoritma sehingga ada filter bubble yaitu merupakan suatu fenomena pernyortiran dan seleksi informasi oleh algoritma berdasarkan pertimbangan kecocokan, relasi, dan preferensi.

BACA JUGA:   Garap Promosi Wisata dan Budaya Melalui Go Digital

“Nilai kesetaraan di ruang digital jelas dibutuhkan berlandaskan Pancasila, sehingga jelas bahwa ujaran kebencian, pengucilan, perundungan sangat berlawanan dengan kesetaraan. Kita boleh mengkritik tapi bukan untuk polarisasi perpecahan, karena kita sangat multikulturalis,” ujarnya.

Nilai demokratis dalam Pancasila, lanjut dia, juga menjamin kebebasan berekspresi, sehingga jika terjadi berbeda pandangan maka dapat dibuka ruang diskusi. “Demokrasi juga tidak bisa semaunya, harus ada kesadaran dalam mengakses dan mengelaborasi informasi publik, maka bukalah ruang diskusi yang sehat untuk membangun pemahaman bersama.” Sedangkan terkait gotong royong, lanjutnya, kita harus memahami etika berinternet sebagai warga negara digital.

BACA JUGA:   Menghindari Pencurian Data di Internet

Novianto mengatakan, dampak rendahnya pemahaman atas nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika ini dapat dilihat dari tidak mampunya memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, atau provokasi yang mengarah pada perpecahan di ruang digital. Ia juga mengungkapkan, menjadi warga digital yang pancasilais bisa dilakukan dengan berpikir kritis, gotong royong berkolaborasi kampanye literasi digital.

Mendukung toleransi keberagaman, memprioritaskan cara demokrasi, mengutamakan Indonesia. Warga digital harus bisa menjadikan ruang digital sebagai praktik berbudaya melalui aktivitas sehari-hari.

“Sebarkan konten positif, inspiratif, edukatif, informatif, produktif dan menghibur. Jangan lupa jejak digital akan terekam. Sebaik-baik manusia adalah yang membawa manfaat bagi orang lain dengan semangat saling berbagi dan persaudaraan dalam mencari keberkahan,” ujar Novianto.

BACA JUGA:   Dampak Negatif yang Ditimbulkan Internet

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).