Konten Negatif Bertebaran di Media Digital

Thursday, 25 November 21 Venue

Perkembangan arus media sosial dan teknologi digital dalam menyebarkan konten hiburan, informasi, atau berita kini semakin pesat.  Menurut Widya Pramusetyo, Aktivis Teknologi Informasi, banyak platform kini menjadi wahana dan media besar yang menyuguhkan tayangan dalam berbagai bentuk dan rupa seperti YouTube atau TikTok.

“Beberapa di antaranya menyajikan konten berkualitas, layak saji, dan mengandung kandungan nilai edukasi nan membangun,” ujar dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (23/11/2021).

Menurut dia, tidak sedikit pula di YouTube atau TikTok banyak bertebaran konten negatif. “Konten itu membawa dampak yang kurang baik bagi perkembangan mental dan psikologis seseorang, terutama remaja dan anak muda,” kata dia.

Konten negatif yang kini seolah sedang mewabah yakni bertema ‘prank’ atau lelucon, menjahili, dan mengisengi orang. Namun, ada pula ‘extreme challenge’ (tantangan di luar batas). Konten ini merebak buah dari derasnya sensasi dan kontroversi para pembuat konten yang memang sengaja mengejar like, subscriber atau viewer dalam target tertentu.

BACA JUGA:   Peran Penting Orangtua Awasi Anak Berselancar di Internet

“Konten negatif yang dipaparkan terus menerus akan mendekam dalam memori penontonnya. Ini akan mempengaruhi dan mengacaukan mindset yang sudah terlanjur tersusun rapi di kepala. Hal ini mungkin menggeser cara kerja pikiran, yang selama ini dianggap tabu, menjadi biasa dan menyenangkan.

“Secara perlahan pikiran akan, menginterpresentasikan sesuatu hal yang tadinya aneh, ganjil, tak lazim, hingga sedikit menyimpang, menjadi sesuatu yang wajar, boleh dilakukan, bahkan mengasyikkan,” ujarnya.

Mereka yang menjadi penikmat dan pembuat konten seperti ini akan tenggelam dalam sensasi tersebut, dan terus mencari, maupun membuat ide-ide baru yang lebih aneh serta ganjil. “Jika ini yang terjadi, tentu konten ini akan menjadi racun yang kian lama bisa merusak mental sehat manusia,” ujar dia.

BACA JUGA:   Menghadapi Anak di Era Digital

Menurutnya, hakekatnya, baik sang konten kreator dan penontonnya tidak mendapatkan apa-apa dari hasil karya aneh tersebut. Keduanya tidak mendapatkan efek positif dalam pikirannya dengan membuat atau menikmati konten bernuanasa ‘prank’ atau ‘extreme chalenge’ ini.

Anak-anak muda dan remaja yang kini menjadi target pasar konten negatif itu, haruslah menanamkan kuat bahwa hal seperti itu tidak memberikan efek maupun dampak apapun bagi mental serta psikis diri sendiri.

“Kalangan muda harus bisa memfilter konten mana yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak. Jangan sampai pemikiran baik bentukan keluarga, sekolah atau lingkungan menjadi berbelok menjadi sesuatu yang justru merusak,” tuturnya.

BACA JUGA:   Agar Tak Tertipu, Begini Tips Aman Belanja Online

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).