Jagat digital bak rimba belantara yang mesti diwaspadai agar tidak terjebak dengan informasi-informasi menyesatkan, termasuk di dalamnya konten radikalisme. Penyebaran radikalisme berkembang massif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya melalui media sosial yang dikenal mudah sebagai sarana memproduksi sekaligus menyebarkan konten.
“Perlu upaya preventif dari kita sendiri untuk mewaspadai informasi-informasi yang kita terima dari ruang digital itu agar tidak terjebak,” ujar Tino Agus Salim, Profesional Trainer & Motivator, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (10/9/2021).
Langkah preventif itu, kata Tino, misalnya mencari informasi hanya dari sumber sumber terpercaya dan media yang kredibel. Cek nama domain, alamat domain sumber-sumber karena media kredibel biasanya tidak memakai alamat domain yang gratis.
“Jangan lupa selalu bandingkan informasi dari sumber-sumber terpercaya lainnya, untuk mendapatkan fakta yang lebih detil dan benar,” ujarnya. Tino mengatakan, “radikalisme ini perlu diwaspadai, karena mengutamakan jalan kekerasan untuk perubahan sistem sosial politik.”
Untuk menghadapi benih-benih radikalisme di ruang media sosial, kata dia, pengguna ruang digital perlu mengenali ciri-cirinya. “Salah satu ciri khas kelompok radikal ini adalah mereka hanya mengklaim kebenaran tunggal. Mereka menganggap dirinya satu-satunya utusan Tuhan, jadi tidak bisa menerima kebenaran atau pendapat orang lain,” ujarnya.
Menurut Tino, kelompok radikal ini juga mengutamakan ibadah secara penampilan dan jihadis. Contohnya dalam urusan pakaian, juga penampilan fisik lainnya, serta memiliki sikap berlebihan dalam beragama, bahkan muncul ketidaksesuaian antara akidah dengan perilaku. Termasuk, semangat siap berjihad namun dengan menempuh kekerasan.
Dia mengatakan, kelompok radikal ini juga akan tertutup dengan masyarakat serta apolitik atau apatis terhadap politik. Tidak akan menggunakan hak pilihnya, karena menilai sistem demokrasi bertentangan dengan keyakinan mereka. “Gerakan radikalisme juga sering berseberangan dengan masyarakat luas, termasuk pemerintah.”
Namun, di antara semua ciri itu, kata Tino, yang juga paling nampak dari kaum radikal adalah mereka akan mudah mengkafirkan orang lain jika berbeda pendapat. Kelompok radikal ini hanya mau menerima mereka yang mempercayai pendapat mereka.
Tino menuturkan, dalam era digital ini, upaya kelompok radikal mengemukakan pandangannya, mempengaruhi orang lain, dan menciptakan kecemasan seolah terdukung perkembangannya lewat media sosial oleh para pelakunya. Sebab, media sosial memiliki kecepatan mengembangkan jaringan dan memfasilitasi sumber anonim.
“Perlu upaya antisipasi seperti dengan kontra narasi yang kreatif dan cerdas. Misalnya, memperbanyak konten positif untuk melawan konten negatif itu dalam membangun kesadaran publik akan pentingnya toleransi, juga menghargai hak satu sama lain,” ujar dia.
Kerja keras melawan radikalisme ini, kata dia, juga gerakan jangka panjang yang bisa dilakukan dengan memperkuat empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Semua pihak mesti bekerja sama melakukan penguatan empat pilar itu di semua aspek kehidupan masyarakat.”
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0