Pada era saat ini, masyarakat menggunakan media sosial dalam berkomunikasi. Hal ini tentu memberikan dampak positif di mana dengan adanya media sosial ini menjadikan penyampaian informasi menjadi lebih efektif dan efisien.
“Tapi kita juga tidak bisa lepas dari adanya dampak negatif dari percepatan ini, di mana media sosial banyak dibanjiri oleh penyebaran berita hoaks, penyebaran informasi yang mengandung unsur SARA, cyberbullying, serta banyaknya penyebaran video-video pornografi,” ujar Moh. Nur Hudi, Kepala Sekolah Hidayatu Solihin Kediri, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (30/11/2021).
Pada dasarnya, kata dia, adanya hal negatif tersebut disebabkan oleh kurangnya edukasi kepada masyarakaat mengenai pentingnya melek hukum penggunaan media sosial sesuai dengan etika yang baik dan benar. Padahal pemerintah kita telah memberikan tolak ukur dalam penggunaan media massa ini, yaitu dikeluarkannya UU ITE.
“Adanya regulasi tersebut, seharusnya bisa untuk memberikan gambaran seperti apa penggunaan media sosial yang baik dan benar sesuai dengan etika hukum yang berlaku. Namun seperti yang kita tahu, penyebaran informasi hoaks saat ini telah merajalela membanjiri sosial media, dan banyak dari masyarakat yang termakan oleh adanya pemberitaan tersebut,” tutur Nur Hudi.
Lemahnya budaya literasi, kata dia, membuat masyarakat Indonesia mudah terpengaruh tanpa memilah-milah untuk mencari kebenaran terlebih dahulu. Bahkan dampak yang ditimbulkan dari hal ini adalah banyaknya kasus jeratan hukum atas tindakan penyebaran hoaks.
“Dibuktikan dengan banyaknya kasus cyberbullying yang saat ini marak terjadi di media massa, yaitu banyaknya orang yang menjadi korban perundungan yang dilakukan melalui teknologi digital. Pada jenis kasus ini, banyak sekali aksi “kejam” yang dilakukan oleh pelaku bully, biasanya mereka akan mengedit foto atau video korban menjadi tidak senonoh untuk disebarluaskan ke publik dengan tujuan mempermalukan korban. Bahkan dengan mudahnya mengolok-olok dan melakukan body shaming di akun sosial media korban,” tutur Nur Hudi.
Menurutnya, kasus seperti ini sebenarnya banyak dilakukan oleh kalangan remaja yang dilakukan antarsesama teman sekolahnya. Namun tidak jarang juga kita jumpai orang-orang dewasa yang terkadang melakukan kasus serupa.
“Jika ditelusuri lebih lanjut, sebenarnya cyberbullying ini memiliki dampak yang sangat luar biasa bagi kehidupan korban, bahkan dapat menimbulkan risiko yang besar seperti stress, depresi, memiliki kecemasan yang berlebihan, kehilangan kepercayaan diri, trauma, bahkan yang paling parah adalah hilangnya motivasi yang berakhir pada bunuh diri,” katanya.
Menurut Nur Hudi, saat ini banyak kasus-kasus pelaporan atas pencemaran nama baik. Hal ini bermula dari adanya konten-konten yang dianggap hiburan, namun justru sebaliknya dianggap menghina oleh oknum-oknum tertentu. Tentunya banyak dari mereka yang berakhir di jalur hukum atas tindakan yang tidak sesuai etika hukum penggunaan media sosial tersebut.
“Perkembangan saat ini, penting untuk kita mampu mengolah informasi dengan baik dan benar untuk bisa disebarluaskan ke publik. Karena saat ini masyarakat kerap diberikan informasi-informasi hoaks, konten-konten yang tidak mendidik, serta maraknya pemberitaan sensasional, padahal masyarakat kita memiliki hak dalam memperoleh informasi yang baik dan benar sesuai dengan manfaat dari perkembangan IPTEK ini. Nah, sudah menjadi tugas masyarakat Indonesia agar melek hukum dalam berkomunikasi melalui sosial media,” kata Nur Hudi.
Adanya UU ITE, lanjut dia, pada dasarnya bertujuan untuk membatasi dan mencegah adanya penyalahgunaan dalam bersosial media, serta mengkoordinir masyarakat agar mampu berkomunikasi melalui jejaring sosial sesuai dengan etika hukum yang berlaku. “Budaya literasi juga perlu ditingkatkan kepada generasi muda Indonesia, agar mereka tak jadi objek berita hoaks, ataupun malah menjadi pelaku yang menyebarkannya,” kata dia.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0