Positif-Negatif Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital

Friday, 08 October 21 Venue

Perkembangan dunia digital telah mengubah cara beraktivitas di hampir semua lini kehidupan. Perubahan paling pesat terjadi di bidang komunikasi, teknologi digital menyediakan fasilitas kemudahan berkomunikasi dan bersosialisasi.

“Bahkan menjadi hal yang esensial pada kondisi pandemi karena mobilitas sosial dibatasi,” kata Heriyanto, Owner Polo Great Tour & Travel Bangkalan, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Rabu (06/10/2021).

Perkembangan teknologi, kata dia, diikuti dengan meningkatnya pengguna gawai dan internet untuk berbagai keperluan. Tercatat pengguna internet meningkat dari 171 juta penduduk di tahun 2020 menjadi 202,6 juta di tahun 2021. Penggunaan media sosial pun menjadi bertambah karena waktu berinternet lebih banyak.

“Dalam bermedia sosial, kebebasan berekspresi kini tanpa sekat. Semua orang punya hak menerima, menyampaikan, dan menyebarkan ide maupun gagasan dalam bentuk apapun dan cara apapun,” ujar Heriyanto.

Secara positif, kata dia, kebebasan berekspresi bisa memberikan pengetahuan baru dan insight yang lebih luas karena kemudahan aksesnya. “Kebebasan berekspresi juga memberikan kesempatan bagi pelaku bisnis, sehingga meningkatkan ekonomi, dan paling banyak media sosial menjadi ladang mengekspresikan aspirasi,” ujar dia.

BACA JUGA:   Membatasi Anak Menggunakan Media Digital

Namun, dia mengingatkan, kebebasan berekspresi juga menimbulkan dampak negatif. Media sosial memunculkan konten berupa meme yang bertujuan menjatuhkan seseorang atau kelompok tertentu. Konten yang awalnya untuk hiburan membuat semua orang berlomba menghadirkannya di ruang digital hingga antusiasme tinggi itu melupakan nilai positif dan kebablasan, melupakan prinsip etika.

“Sebagai pengguna kita harus bijak dalam menyampaikan ekspresi,” kata Heriyanto. Caranya, lanjut dia, dimulai dari diri sendiri dengan menjadi orang yang positif, berhati-hati menggunakan media sosial. Di media sosial, banyak sekali informasi hoaks, jadi mudah terprovokasi buzzer.

“Kita juga harus paham platform media sosial yang dipakai digunakan untuk apa, agar tidak asal ikut-ikutan. Kabar buruknya, jika kebablasan berekspresi bisa tersandung masalah hukum, karena aktivitas digital diatur oleh undang-undang. Penting memahami emosi agar tidak melampiaskan emosi di ruang digital, karena dengan kondisi emosi individu cenderung tidak bisa berpikir jernih dalam bertindak,” tutur dia.

Kondisi media sosial di ruang digital itu, kata dia, riuh dengan berbagai informasi, mulai dari yang sangat positif hingga informasi yang sangat negatif. Sehingga untuk menyikapi keriuhan itu pengguna media sosial harus memiliki visi atau tujuan, apakah untuk mencari informasi atau sekadar mencari hiburan. Dengan menentukan tujuan itu sekaligus menjadi kontrol diri agar dalam berekspresi itu sesuai porsinya.

BACA JUGA:   Ini Dia Netiket Yang Perlu Kalian Kuasai

“Tsunami informasi di dalamnya menyebabkan ketidakpastian, sehingga jangan sampai menelan mentah-mentah informasi yang tersaji,” ujar dia.

Kompleksitas di dalam media sosial, lanjutnya, memerlukan kejelasan, ketika ingin membagikan informasi pastikan kebenaran dan kejelasannya. “Itu sebabnya, sebagai pengguna juga harus lincah, harus mampu check and recheck informasi sebelum melakukan aksi selanjutnya.”

Menurutnya, kebebasan yang kebablasan akan menimbulkan masalah. Ruang digital memberikan kebebasan bagi siapa saja, sehingga setiap pengguna sekaligus menjadi pembuat dan penyebar konten. Jika tidak dibarengi dengan kecakapan yang baik dapat memicu bersemainya misinformasi, disinformasi, dan malinformasi serta hoaks.

“Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan dinamika ini kita perlu membentuk pola pikir yang produktif, menambah wawasan agar mampu berpikir kritis. Mengembangkan kreativitas melalui internet, berkolaborasi membangun ruang digital yang baik dengan komunikasi yang baik pula,”

Dalam berekspresi, kata dia, pengguna ruang digital tidak boleh meninggalkan etika. “Bagaimana kita berpikir dulu sebelum posting. Pastikan dulu apakah informasi yang akan disampaikan itu benar, tidak mengandung konten yang dapat menyakiti orang lain.”

BACA JUGA:   Literasi Digital Bikin Melek Teknologi

Apakah yang akan diunggah itu tidak melanggar hak orang lain, dan perlu mempertimbangkan penting tidaknya informasi jika diunggah. Serta memastikan konten yang akan di-upload, disebar itu mengandung kebaikan.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).