Pelecehan seksual belakangan kembali ramai diperbincangkan. Hal ini bermula dari pemberitaan tentang Gofar Hilman, presenter dan penyiar radio yang disebut melakukan tindakan pelecehan seksual pada 2018. Kejadian tersebut diungkap oleh akun Twitter @quweenjojo yang mengaku sebagai korban.
“Kejadian ini pun sontak ramai dibahas di media sosial hingga detik ini,” kata Tino Agus Salim, Profesional Trainer & Motivator, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Kamis (25/11/2021).
Dia mengatakan, adanya contoh kasus itu menadakan pelecehan seksual memang masih sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Pelecehan seksual tidak hanya terjadi dalam sebuah acara dan di tempat keramaian, melainkan bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.
“Bahkan, pelecehan seksual pun dapat terjadi di internet dan platform digital apapun, termasuk media sosial. pelecehan seksual online adalah perilaku seksual yang tidak diinginkan di platform digital apapun,” ujar Tino.
Pelecehan seksual di internet, kata dia, mencakup berbagai perilaku yang menggunakan teknologi untuk berbagi konten digital seperti gambar, video, postingan, pesan, halaman, dan sebagainya di berbagai platform yang berbeda, baik bersifat pribadi atau publik. Menurutnya, pelecehan seksual online telah dikategorikan dalam empat jenis utama, yaitu:
- Berbagi gambar atau video porno tanpa persetujuan
Pelecehan seksual di internet yang pertama adalah berbagi gambar atau video porno tanpa persetujuan si penerima, dan orang yang ada di dalam video atau gambar tersebut. Bisa saja pelakunya justru orang terdekat Anda. Dan konten yang dikirimkan ini mencakup gambar atau video seksual yang diambil tanpa persetujuan, gambar atau video seksual yang diambil secara suka sama suka tetapi dibagikan tanpa persetujuan atau revenge porn. Kemudian, tindakan seksual non-konsensual seperti, pemerkosaan yang direkam secara digital dan berpotensi disebarkan.
- Eksploitasi dan pengancaman
Bentuk pelecehan seksual lainnya adalah ancaman seksual, korban dipaksa untuk berpartisipasi dalam perilaku seksual online, atau diperas dengan konten seksual. Misalnya, melecehkan atau memaksa seseorang untuk membagikan gambar seksual diri mereka secara online, mengancam mempublikasikan konten seksual baik gambar, video, rumor, untuk mengancam, memaksa, atau memeras seseorang. Kemudian memberikan ancaman online yang bersifat seksual, seperti pemerkosaan. Lalu, menghasut orang lain secara online melakukan kekerasan seksual, dan menghasut seseorang untuk berpartisipasi dalam perilaku seksual serta membagikan buktinya.
- Penindasan seksual
Bentuk pelecehan seksual secara online adalah penindasan seksual. Contohnya, yakni ketika membagikan gosip atau desas-desus tentang perilaku seksual yang di-posting online baik menyebut nama seseorang secara langsung maupun tak langsung. Kemudian berkomentar secara online menggunakan bahasa berbau seksual yang menyinggung atau diskriminatif, dan mendapatkan penindasan karena jenis kelamin atau orientasi seksual.
- Komentar berbau seksual
Bentuk pelecehan seksual yang sering ditemui adalah menerima permintaan, komentar, dan konten seksual yang tidak diinginkan. Ini mencakup komentar seksual yang tak senonoh pada foto atau video, mengirimkan konten seksual seseorang tanpa persetujuan penerima, rayuan seksual yang tak diinginkan, mengirim lelucon berbau seks yang tak pantas, hingga mengubah gambar seseorang untuk menjadikannya seksual.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0