Penguatan sektor pariwisata tidak hanya dapat dilakukan dengan melakukan promosi dan penjualan, tapi juga penguatan di titik yang menjadi kelemahan pariwisata Indonesia, misalnya dari segi kenyamanan dan keamanan, keberlanjutan lingkungan, ICT Readiness, kesehatan, kebersihan, dan sebagainya.
Salah satu contoh yang patut ditiru adalah apa yang dilakukan oleh ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia) dengan mengadakan kegiatan bersih-bersih Pantai Mertasari, Sanur, Bali. Acara yang bertajuk “Pesona Pulau Dewata Mertasari Beach Cleaning” ini diadakan pada 17 Desember 2017. Semuanya secara sukarela melakukan aksi bersih pantai sambil mengampanyekan pentingnya menjaga lingkungan, sebab pariwisata sangat erat kaitannya dengan kebersihan, kesehatan, dan melestarikan lingkungan.
“Kita ramai-ramai datang ke Pantai Mertasari untuk memungut sampah di sepanjang pantai kurang lebih dua kilometer. Kemudian sampah dikumpulkan dan dibawa oleh petugas,” ujar Ketut Ardana, Ketua DPD ASITA Provinsi Bali.
Sambil aksi bersih-bersih, mereka juga disuguhkan dengan pemandangan pantai yang begitu indah. Salah satu keunikan di Pantai Mertasari adalah wisatawan dapat melihat momen matahari terbit dan matahari terbenam hanya dari pantai ini. Pasirnya yang putih ditambah jajaran batu karang yang tersusun rapi menambah keindahan pantai.
Di kawasan ini wisatawan bisa melakukan berbagai aktivitas menarik, seperti aktivitas olahraga air, memberi makan hiu, atau sekadar ber-selfie. Salah satu spot favorit di kawasan ini adalah ayunan pantai yang mirip dengan seperti yang ada di Gili Trawangan.
Ketut mengatakan, kegiatan ini diikuti lebih dari 500 orang yang berasal dari berbagai kalangan, seperti anggota ASITA, mahasiswa sekolah pariwisata di Bali, komunitas, hingga wisatawan mancanegara.
“Penguatan lingkungan dan peningkatan kesadaran masyarakat memang harus menjadi salah satu poin utama yang diperkuat, sebab ini menjadi komponen yang membuat peringkat pariwisata Indonesia masih tertinggal,” ujar Ketut.
Ketut memang tidak asal bicara. Di tengah melesatnya indeks daya saing pariwisata Indonesia ke peringkat 42 dalam Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) pada April 2017 lalu, dijabarkan masih ada beberapa hal yang menjadi titik kelemahan pariwisata Indonesia, yakni Health and Hygiene berada di peringkat 108 serta Environment Sustainability yang berada di peringkat 131 dari 134 dunia.
Karena itu, diperlukan peran serta oleh semua pihak, termasuk ASITA dalam ikut meningkatkan komponen-komponen yang akan memperkuat indeks daya saing pariwisata Indonesia. “Tidak hanya acara ini, sebelumnya ASITA juga melakukan pemeliharaan mangrove seluas kurang lebih dua hektare,” ujar Ketut.
Ketut menambahkan, kegiatan bersih-bersih pantai ini juga menjadi kampanye kepada publik bahwa Bali sangat aman. Berbagai lokasi wisata di Bali tidak terpengaruh dengan aktivitas vulkanik Gunung Agung.
“Bali tidak aman? Saya tidak setuju dengan itu. Karena gunung itu jaraknya sangat jauh dari pusat kegiatan pariwisata. Kegiatan pariwisata itu ada di Kuta, Seminyak, Legian, Nusa Dua, Ubud, Buleleng, dan lain sebagainya,” ujar Ketut Ardana. Adapun daerah yang dilarang untuk aktivitas wisata hanyalah 6-10 kilometer dari Gunung Agung.
“Sudah dijelaskan diinformasikan oleh pemerintah bahwa radius 6 sampai 10 kilometer, itulah titik yang berbahaya yang tentu juga kita tidak mau ke situ. Tentu juga kita tidak mungkin kita akan menjual tur ke sana, tetapi ke daerah lainnya yang aman,” ucap Ketut.
“Bisa kita lihat disini bahwa masyarakat dengan santai sekali datang beramai-ramai ikut bersama membersihkan pantai ini. Itu menandakan bahwa Bali itu aman,” ungkap Ketut Ardana.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyambut baik dan mengapresiasi langkah yang dilakukan ASITA bersama stakeholder terkait di Bali serta masyarakat. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan harus juga menjadi dasar pemikiran. Tidak hanya di Bali yang kehidupannya sangat erat dengan pariwisata, tapi juga daerah-daerah lainnya di Indonesia.
“Untuk memperbaikinya memang tak bisa instan. Tak bisa juga digarap Kemenpar sendirian, harus kerja bareng dengan kementerian dan lembaga lain,” kata Arief Yahya.
“Semua unsur yang menjadi kelemahan terus kita perbaiki dengan melibatkan stakeholder, pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, pers, dan komunitas masyarakat atau sebagai kekuatan pentahelix. Sinergisitas pentahelix ini merupakan kunci sukses dalam mengembangkan pariwisata nasional,” kata Arief Yahya.
KOMENTAR
0