Pemerintah terus mengupayakan pembangunan di 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) berjalan dengan baik. Sejumlah proyek investasi juga tengah berjalan di 5 DPSP tersebut dengan tujuan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data realisasi investasi dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diolah oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada tahun 2021-2023, realisasi investasi tertinggi berada di kawasan Mandalika (Nusa Tenggara Barat) dengan jumlah US$541,2 juta. Kemudian disusul peringkat dua di Likupang, Sulawesi Utara dengan realisasi investasi sebesar US$484,29 juta.
Lalu, diurutan ketiga ditempati oleh Borobudur, Jawa Tengah, dengan realisasi investasi sebesar US$366,63 juta. Disusul Labuan Bajo dengan realisasi investasi sebesar US$ 114,2 dan Danau Toba Sumatera Utara menjadi yang paling rendah untuk realisasi investasi yaitu US$55,16 juta.
“Kalau kita lihat kita mesti bekerja lebih keras lagi untuk Danau Toba agar menarik lebih banyak investasi karena investasi akan membuka peluang usaha dan lapangan kerja. Investasi akan menghadirkan ekonomi yang lebih berkeadilan,” ungkap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, dalam “The Weekly Brief With Sandi Uno” di Jakarta beberapa waktu lalu.
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho. Menurutnya, Danau Toba masih membutuhkan nilai investasi pariwisata yang lebih besar khususnya untuk menunjang potensi alam di sekitarnya.
“Kalau bicara Danau Toba memang saat ini masalahnya adalah belum cukup banyak akomodasi yang ada di sana. Maka dari itu dibutuhkan investasi di dalamnya,” ungkap Andry dalam acara Indonesia Tourism Outlook 2024 yang digelar di Jakarta Pusat, belum lama ini.
Kendati demikian, Andry, menilai investasi di Mandalika dan Likupang masih harus ditingkatkan lagi karena terbilang cukup rendah. Menurutnya, masih banyak potensi pariwisata yang masih harus digali di kedua destinasi tersebut agar dapat mendatangkan banyak investor di dalamnya.
Andry bercerita, saat ini Mandalika hanya ramai pada waktu tertentu saja seperti penyelenggaraan event MotoGP. Oleh sebabnya, dibutuhkan penyelenggaraan event yang masif agar destinasi tersebut dapat dilirik oleh lebih banyak investor asing maupun domestik.
“Mandalika hidup hanya ketika ada event, kalau tidak ada ya namanya jadi tidak hype lagi. Saya rasa ini menjadi pekerjaan rumah, bagaimana dapat menghadirkan banyak event di sana, tidak hanya yang tahunan saja. Jadi, harus ada event terusan lagi agar dapat membangkitkan perekonomian di sana,” jelasnya lagi.
Namun, dari kelima DPSP tersebut, Likupang masih menjadi sorotan utama dari INDEF. Meskipun menempati urutan kedua teratas berdasarkan data Kemenparekraf, nilai investasi yang didapatkan Likupang masih terbilang cukup rendah. Bahkan, menurutnya, target pemerintah untuk bisa mendapatkan nilai potensial investasi di Likupang masih jauh lebih rendah dari realisasinya.
“Mungkin infrastruktur berupa jalan sudah dibangun di sana, tetapi, kalau dilihat Likupang ini bukan menjadi tujuan utama bagi wisatawan. Meskipun, ada wisatawan mancanegara yang masuk melalui Manado, pasti mereka tidak akan mampir ke Likupang. Banyak hal yang harus diperbaiki di sini karena terakhir saya ke sana, kalau malam hari itu masih suka mati listrik, jadi perlu pakai genset,” ujarnya.
Oleh sebabnya, ia berharap agar ada evaluasi mendalam dari pemerintah terkait strategi pembangunan pariwisata di Likupang. Menurutnya, pemerintah harus memberikan fasilitas dan infrastruktur terbaik agar banyak investor yang melirik untuk berinvestasi di Likupang.
“Investor itu melihat bagaimana kondisi perekonomian di wilayah sekitarnya, mereka melihat apakah daya beli masyarakat sekitarnya juga baik. Jadi, mereka tidak hanya mengandalkan kehadiran wisatawan saja untuk berinvestasi di sana,” ucapnya lagi.
KOMENTAR
0