Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) mendorong dikembangkannya program pembangunan coral garden untuk memulihkan ekosistem terumbu karang dan pengembangan wisata bahari. Coral garden atau yang dahulu dikenal dengan rehabilitasi terumbu karang merupakan program lama KKP yang akan digiatkan kembali.
Miftahul Huda, Direktur Jasa Kelautan (Jaskel) Ditjen PRL, menjelaskan, saat ini kondisi terumbu karang yang tersebar di 1.064 stasiun di Indonesia dalam keadaan rusak. Pada tahun 2017, LIPI melaporkan bahwa 70,21 persen kondisi terumbu karang di Indonesia telah rusak sehingga tidak diperkenankan untuk eksploitasi lebih lanjut.
Dengan kondisi tersebut, tentu membuat ekosistem terumbu karang terganggu. Padahal, ekosistem terumbu karang memiliki beberapa fungsi di dalamnya. Selain sebagai tempat wisata, terumbu karang berfungsi sebagai tempat pemijahan (breeding ground), pengasuhan (nursery ground), dan mencari makan (feeding ground) biota laut. Ekosistem terumbu karang juga dapat dijadikan sebagai bahan edukasi dan penelitian bagi masyarakat yang membutuhkan.
Huda menjelaskan, keberadaan ekosistem terumbu karang juga telah membantu perekonomian negara. Berdasarkan data yang ia terima, ekosistem terumbu karang telah berkontribusi lebih dari US$120 miliar per tahun untuk ekonomi global.
“Meskipun pertumbuhan koral tidak cepat, melalui pembangunan coral garden kita ingin mengembalikan fungsi terumbu karang yang berdekatan dengan wisata,” kata Huda.
Pariama Hutasoit, Direktur Nusa Dua Reefs Foundation, menjelaskan, restorasi terumbu karang memerlukan waktu tiga hingga lima tahun untuk melihat hasil terbaiknya. Hal ini dilihat dengan pertumbuhan karang yang hanya mampu mencapai 20 cm setiap tahunnya.
Melihat kondisi tersebut, Pariama mengatakan, pembangunan coral garden harus disertakan dengan komitmen yang besar dari berbagai pihak. Diperlukan pemeliharaan, pemantauan, serta pendanaan yang berkelanjutan jika ingin mengembangkan program pembangunan coral garden.
“Butuh kesabaran yang cukup besar di sini karena membutuhkan waktu yang lama jika ingin memberikan dampak. Jadi, harus banyak pertimbangan di sini, jangan sampai di pertengahan jalan kita berhenti melakukannya,” ungkapnya.
Oleh karenanya, KKP mengajak berbagai pihak untuk bersinergi dalam membangun coral garden ini. Saat ini KKP telah bermitra dengan kementerian/lembaga terkait, LSM, pemerintah desa, hingga masyarakat sekitar.
Huda menjelaskan, saat ini sudah ada empat proyek pembangunan coral garden yang tengah dilakukan KKP dan para mitranya. Lokasi-lokasi tersebut berada di Penimbangan Buleleng, Nusa Dua Bali, Gili Gede Lombok, dan Gili Meno.
“Di Gili Gede Lombok ini merupakan sinergitas KKP dengan Angkasa Pura. Mereka menanam koral di sana dan nilainya itu cukup besar untuk membuat koralnya. Sedangkan Gili Meno ini kita bersinergi dengan Bank Indonesia,” jelas Huda.
Selain sinergitas dengan beberapa pihak, KKP juga menggunakan teknologi biorock untuk menghasilkan seni instalasi dalam air. Sementara itu, pembangunan Nusa Dua coral garden yang dilakukan oleh Nusa Dua Reefs Foundation menggunakan metode Mars Assisted Reef Restoration System (MARRS).
Pariama menjelaskan, MARRS merupakan sebuah sistem restorasi karang dengan menggunakan struktur terumbu buatan yang disebut Reef Stars. Ini merupakan struktur besi berlapis pasir berbentuk heksagonal dengan fragmen karang yang diikat ke struktur Reef Stars. Fungsinya ialah untuk menutupi celah antara karang alami yang tersisa dengan karang yang sudah hancur.
“Kami membuat sebuah taman karang di Nusa Dua Bali yang terdiri dari berbagai jenis karang yang ditransplantasikan pada media terumbu buatan. Metode ini dapat diterapkan secara mandiri atau juga bisa digabungkan dengan sistem restorasi lainnya,” ungkap Pariama.
Melalui pembangunan coral garden ini, Huda berharap bahwa ke depannya wisata bahari di Indonesia akan semakin maju dan berkembang. Tak sekadar menghadirkan pariwisata di dalamnya, tetapi juga menjaga ekosistem dari terumbu karang.
KOMENTAR
0