PT Graha Sidang Pratama (PT GSP), investor dan pengelola Jakarta Convention Center (JCC), berkomitmen tetap menjalankan kegiatan operasional di JCC secara profesional selama proses hukum terkait pengakhiran kontrak sepihak atas pengelolaan JCC oleh Pusat Pengelolaan Kawasan Gelora Bung Karno (PPKGBK) yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. PT GSP juga memastikan akan memberikan layanan terbaik kepada seluruh klien yang telah berkontrak dengan perusahaan.
Edwin Sulaeman, General Manager JCC mengatakan, PT GSP akan mengutamakan kepentingan dan kepastian bisnis dari para klien agar bisnis Meeting Incentives Convention Exhibition (MICE) di JCC dapat terus berjalan secara optimal. “JCC tetap beroperasi seperti biasa, dan seluruh kontrak dengan para klien yang telah ditandatangani tetap berjalan,” kata Edwin dalam acara Media Briefing di JCC, Senayan Jakarta Pusat.
Menurut Edwin, JCC telah memiliki sejumlah kontrak sampai tahun 2025 dengan berbagai klien, baik lokal maupun internasional. Sebagian besar kontrak tersebut merupakan kegiatan rutin tahunan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Sebagai ikon MICE Indonesia, JCC juga memiliki kontrak dengan berbagai exhibition organizer dunia.
“Banyak pelaku bisnis yang bergantung dari berbagai event MICE di JCC. Jadi, kami berharap agar semua agenda MICE tidak terganggu selama proses hukum berlangsung,” tegas Edwin.
Amir Syamsudin, Kuasa Hukum PT GSP menambahkan, kehadiran PT GSP sebagai investor dan pengelola JCC memiliki dasar hukum yang kuat yaitu perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operation Transfer/BOT) yang ditandatangani dan disepakati bersama pada tanggal 22 Oktober 1991. Saat itu, PT GSP mendapat mandat dari pemerintah untuk membangun JCC sebagai venue penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB) ke-10 yang diikuti oleh sekitar 100 delegasi dan 60 kepala negara pada September 1992. Pembangunan gedung JCC waktu itu, menghabiskan investasi sekitar Rp450-500 miliar.
Sesuai klausul dalam pasal 8 ayat 2 perjanjian kerjasama disebutkan, ketika Perjanjian berakhir pada 21 Oktober 2024, PT GSP (dulu PT Indobuildco) memiliki pilihan pertama untuk memperpanjang Perjanjian dengan PPK GBK (dulu Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan/BPGS) berdasarkan persyaratan yang akan ditentukan kemudian.
“Adanya klausul di pasal 8 ayat 2 itulah yang menjadi salah satu faktor yang meyakinkan perusahaan untuk membantu pemerintah menyiapkan venue untuk menyambut perhelatan KTT Non-Blok ke-10. Dengan adanya klausul itu, PT GSP melihat bahwa pemerintah juga memperhatikan potensi risiko bisnis yang akan dihadapi oleh PT GSP selama kontrak BOT berlangsung selama 30 tahun, meskipun saat itu kami juga belum mengetahui seluk beluk pengelolaan event dan rencana penggunaan venue setelah KTT selesai,” tambah Amir.
Amir mengungkapkan bahwa untuk melindungi kepentingan bisnis para klien dan menjalankan klausul pasal 8 ayat 2 dalam perjanjian kerjasama BOT tahun 1991, PT GSP telah mengajukan perpanjangan kontrak pengelolaan JCC kepada PPK GBK sejak bulan April tahun 2022 lalu namun tidak pernah ditanggapi.
Permohonan itu disampaikan jauh-jauh hari mengingat karakteristik di industri MICE yang butuh perencanaan lebih lama dan juga banyaknya agenda-agenda tahunan yang berulang. Dengan mengajukan permohonan perpanjangan kontrak lebih awal, PT GSP berusaha memberikan jaminan dan kepastian terhadap agenda MICE dari berbagai klien yang mayoritas telah menjalin kerjasama selama bertahun-tahun.
Pada awal tahun 2024 PT GSP kembali menyampaikan surat terkait permohonan kerjasama pengelolaan JCC, namun surat tersebut baru direspon pada Maret dan Agustus 2024 lalu, dimana pihak PPK GBK menolak permohonan PT GSP dan menyatakan akan mengelola JCC secara mandiri.
“Dengan adanya sikap PPK GBK yang mengingkari adanya klausul pasal 8 ayat 2 perjanjian tahun 1991 dan untuk melindungi bisnis PT GSP serta memastikan industri MICE tidak mengalami kendala akibat upaya pengakhiran kontrak sepihak yang dilakukan oleh PPK GBK, PT GSP menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” tutup Amir Syamsudin.
Dalam gugatan tersebut, PT GSP menghendaki PPK GBK memperpanjang perjanjian kerjasama dengan syarat yang disepakati bersama. Jika tidak, PPK GBK dituntut untuk membayar kerugian sebesar Rp1,6 triliun.
KOMENTAR
0