Teroris Gunakan Media Sosial untuk Alat Propaganda

Thursday, 14 October 21 Venue

Pesan-pesan yang bermuatan radikalisme mudah diperoleh dari konten di situs online ataupun di media sosial. Anak-anak muda menjadi radikal atau bahkan bergabung dengan kelompok militan melalui ajakan di media sosial.

“Sejak kemunculannya, ISIS menggunakan media sosial untuk menarik perhatian anak-anak muda. ISIS kerap mengunggah video-video pembunuhan para sandera mereka.” kata Stephanie Olivia, Tenaga Ahli DPR RI, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (12/10/2021).

Pengunaan media sosial, kata Stephanie, juga dilakukan oleh para pendukungnya. Di Indonesia, jaringan Mujahidin Indonesia Timur menyampaikan dukungan terhadap pimpinan ISIS Abu Bakar Al Bahgdadi melalui media sosial YouTube.

“Aksinya diikuti oleh sejumlah orang Indonesia yang mengaku berada di wilayah kekuasaan ISIS, Irak serta Suriah, dan mengajak masyarakat untuk ikut ‘berjihad’ bersama ISIS di negara tersebut,” kata dia.

BACA JUGA:   KOL dan Influencer, Begini Perbedaannya

Stephanie mengatakan, kelompok terorisme lebih menggunakan media sosial sebagai alat propaganda. “Kekuatan propaganda jaringan terorisme melalui media sosial melalui Twitter, Facebook, dan YouTube jauh lebih besar.”

Menurut dia, ancaman kelompok terosisme terhadap keamanan tidak begitu serius, tetapi pengaruhnya melalui media sosial ini menjangkau sejumlah daerah antara lain Solo, Medan, Makassar, dan Bima. Hal itu, kata Stephanie, dipengaruhi oleh pengguna media sosial di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia, dengan pengguna aktif Facebook lebih dari 70 juta orang.

BACA JUGA:   Pentingnya UMKM Menerapkan Digital Marketing

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).