Di tengah suasana tropis dan tebing-tebing dramatis Uluwatu, Bali, ada satu tempat yang membuat siapa pun merasa seperti sedang melangkah masuk ke sebuah bistro di sudut jalanan Eropa: Bartolo.
Dengan gaya Prancis-Italia yang kental dan atmosfer santai namun berkelas, Bartolo bukan hanya mencuri hati para pengunjung, tapi juga berhasil menarik perhatian media gaya hidup ternama di kawasan Asia Pasifik.
Travel + Leisure menempatkannya dalam daftar Tastemakers 2024: 25 Restoran Terbaik di Indonesia, menyebut Bartolo sebagai “a slice of Europe in Uluwatu” — sebuah pujian yang tak main-main. Sementara Urban List, delicious Australia, hingga Honeycombers sama-sama menyematkan apresiasi yang nyaris seragam: Bartolo bukan sekadar tempat makan, melainkan pengalaman.
Lahir dari visi Rafael Nardo, seorang veteran industri hospitality asal Brasil, Bartolo hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap industri yang makin industrial dan kehilangan sentuhan personal.
Nardo yang sebelumnya bergelut di hotel-hotel besar Bali memutuskan untuk membangun ruang kecil yang hangat, di mana setiap detail — mulai dari menu, suasana, hingga keramahan staf — terasa jujur dan autentik.
“Bartolo lahir dari keinginan untuk kembali pada apa yang paling saya cintai: keramahtamahan yang berfokus pada layanan,” ujar Nardo. Dari awal, konsepnya jelas: menghadirkan atmosfer khas Eropa, tapi dengan bahan lokal dan hati yang Bali banget.
Bersama Executive Chef Austin Milana, Bartolo menyajikan comfort food musiman bergaya Prancis-Italia yang tampil bersahaja namun penuh rasa. Salah satu bintang menunya adalah pici cacio e pepe buatan sendiri yang dipadukan dengan cavolo nero dan truffle — hangat, creamy, dan mengenyangkan.
Lalu ada brisket beef bourguignon dengan kentang krim yang meleleh di mulut, dan entrecôte yang disempurnakan dengan Café de Paris butter. Menu hariannya tak kalah menggoda, sering kali mengeksplorasi kekayaan laut Bali, pasta buatan tangan, dan kreasi rustic seperti sosis babi dengan cabai Calabrian.
Untuk camilan atau sharing bareng teman, Bartolo punya kroket polenta yang renyah, papan charcuterie yang menggoda, hingga kerang lokal dalam saus lemon butter yang segar dan lembut. Dan tentu saja, penutup seperti mousse au chocolat dan tiramisu mereka adalah alasan untuk selalu menyisakan ruang di perut.
Tapi Bartolo tak akan lengkap tanpa bar-nya yang nyaris menjadi pusat gravitasi tempat ini. Bartolo Spritz khas mereka — campuran Limo aperitivo, madu, daun mint, dan tonic on tap — menetapkan standar baru untuk minuman menyegarkan ala tropis. Ada juga black salt margarita dengan madu asap dan sage, hingga Calamansi Paloma yang seimbang antara manis dan segar. Tak heran kalau banyak tamu datang bukan hanya untuk makan malam, tapi juga menikmati sore di bar dengan gelas spritz di tangan.
Yang membuat Bartolo benar-benar menonjol adalah kemampuannya menjadi ruang hidup yang tak pernah terasa sepi. Setiap minggu ada Pasta Fridays yang seru, happy hour spritz harian, hingga kolaborasi spesial seperti makan malam eksklusif bersama chef Brasil Dario Costa dan mixologist Vinicius Parra yang menghidangkan seafood tropis dan koktail khas dalam satu malam penuh kejutan.
Bartolo terasa seperti rumah kedua bagi banyak orang — tempat untuk makan enak, berbagi cerita, dan merasa diperhatikan. “Segala hal di Bartolo dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Bahannya dipilih dengan baik. Penyajiannya pun istimewa,” kata Nardo. “Baik itu makanan, anggur, atau koktail — intinya sederhana: kami ingin setiap orang merasa benar-benar diperhatikan.”
Dengan reputasi yang terus berkembang dan kehadiran “saudara” barunya, Lulu Bistrot di Canggu yang juga masuk daftar Indonesia’s 30 Best Restaurants versi Prestige Indonesia, Rafael Nardo seperti sedang membangun peta rasa Eropa di tanah Bali.
Dan buat kamu yang sedang merencanakan perjalanan ke Bali, percaya deh — belum sah ke Uluwatu kalau belum mampir ke Bartolo dan merasakan sendiri kenapa tempat ini disebut-sebut sebagai permata tersembunyi yang justru kini bersinar terang.
KOMENTAR
0