Derasnya arus informasi di era digital memudahkan masyarakat untuk mendapatkan, berbagi, hingga mengolah berbagai informasi. Namun, di satu sisi, hal tersebut juga dapat menimbulkan efek negatif, bisa berupa info yang tidak benar (hoaks), cyber bullying, maupun gambar yang melanggar nilai serta norma di masyarakat.
“Tantangan di ruang digital semakin besar, yakni konten-konten negatif yang terus bermunculan. Kejahatan di ruang digital terus meningkat, hoaks, penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, perundungan siber, ujaran kebencian, dan radikalisme berbasis digital perlu terus diwaspadai karena mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, dalam pidatonya membuka acara Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Lumajang, Jawa Timur, 3 Juni 2021.
Jokowi menerangkan, ruang digital harus dibanjiri dengan konten-konten positif yang membangun bangsa dan negara, apalagi di situasi krisis seperti saat ini. “Kecakapan digital masyarakat harus ditingkatkan agar mampu menciptakan lebih banyak konten kreatif yang mendidik, menyejukkan, dan banyak menyerukan perdamaian,” ujar Jokowi.
Astini Kumalasari, Travel Blogger dan juga Komite Anugerah Pesona Indonesia, menjelaskan, konten negatif di internet menjadi salah satu perhatian utama di era digital.
“Orang dapat membuat konten apa pun sehingga konten positif harus berlandaskan kesadaran,” ujar Astini.
Astini mengatakan, literasi digital perlu lebih ditingkatkan sesuai dengan standar moral dan etika tinggi dari pengguna. Karenanya warganet Indonesia memiliki tanggung jawab bersama untuk meminimalisir konten negatif.
“Misalnya saja perjudian, penipuan online, eksploitasi seksual pada anak, hoax, cyberbullying, hate speech, dan lain sebagainya kita akan perangi bersama untuk ruang digital kita yang lebih sehat,” ungkap Astini.
Untuk memproduksi konten positif, maka pengguna digital harus mengerti etika berdigital dasar. Dedy Helsyanto, Koordinator Program MAFINDO, menerangkan, survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa penetrasi internet mencapai 73,7% dari total penduduk, atau setara dengan 196,7 juta penduduk Indonesia.
Namun, besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia belum sepenuhnya diikuti dengan perilaku pemanfaatan digital yang beretika. Berdasarkan studi perilaku digital oleh salah satu perusahaan teknologi global pada tahun 2021 ini, tingkat digital civility atau keberadaban di ruang digital Indonesia masih tergolong rendah.
“Indeks digital civility diukur dari persepsi warganet terhadap risiko yang mungkin mereka dapatkan seperti ujaran kebencian, perundungan siber (cyberbullying), pelecehan daring, penyebaran data pribadi, dan ancaman terhadap keberadaban di ruang siber lainnya,” katanya.
Dedy menilai hal itu bisa dilatari adanya penyebaran hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian yang makin marak ditemukan di ruang digital Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
KOMENTAR
0