IFW 2017 Memperkenalkan Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur

Friday, 03 February 17 Venue

Perhelatan Indonesia Fashion Week 2017 mengangkat tenun ikat Nusa Tenggara Timur sebagai tema utama. Poppy Dharsono, Presiden Indonesia Fashion Week 2017, mengatakan, alasan pemilihan tenun Nusa Tenggara Timur karena produk tenun merupakan produk pilihan masyarakat Indonesia maupun luar negeri setelah batik.

Frangky Mahabar, pemilik Ana Tenun Ikat NTT yang berpartisipasi pada Indonesia Fashion Week 2017, berharap para pengunjung Indonesia Fashion Week 2017 dapat mengenal karya lokal tradisional asli dari Nusa Tenggara Timur, seperti Sumba, Flores, Maumere, Sikka, dan Sabu Raijua. “Setiap motif tenun daerah tentu berbeda-beda. Untuk Sumba Timur memiliki tenun bermotif yang memperkenalkan adat dan budaya, seperti motif Pasola. Semua tenun ikat dari NTT memiliki motif khas yang menggambarkan daerah tersebut,” kata Frangky.

BACA JUGA:   Indofest 2023 Pulang Kampung

Frangky mengatakan, kain tenun ikat dari Nusa Tenggara Timur menggunakan bahan alami, seperti akar kayu, dedaunan, dan lainnya. Untuk bahan pewarna yang digunakan juga ada dua, yakni bahan kimia dan alami. Tenun ikat yang menggunakan bahan kimia harganya lebih murah, sedangkan kain tenun yang dibuat dari bahan alami tentu lebih mahal. Proses pembuatan tenun ikat yang menggunakan bahan alami paling cepat membutuhkan waktu tiga bulan.

BACA JUGA:   Sungailiat Triathlon 2017, Lebarannya Penggiat Wisata Olahraga

Pada Indonesia Fashion Week 2017, Frangky berharap mendapatkan transaksi kurang lebih Rp100 juta. Harga kain tenun yang ditawarkan oleh Frangky mulai dari harga Rp150.000 hingga Rp15 juta, sementara untuk baju tenun dijual mulai dari Rp15 juta hingga Rp35 juta.

Frangky juga berharap melalui Indonesia Fashion Week ini tenun Nusa Tenggara Timur dapat lebih maju dan dilirik oleh masyarakat fashion dunia. Indonesia Fashion Week (IFW) 2017 digelar pada 1 hingga 5 Februari di Jakarta Convention Center. Pameran yang telah memasuki tahun keenam ini mengangkat tema “Celebrations of Culture”.

BACA JUGA:   Arief Yahya: Tidak Apa-Apa Banyak yang Outbound

Penulis: Ahmad Baihaki